Friday, February 08, 2013

Liburan ke Solo... (hunting bagian 2)


Setelah menikmati saat-saat berburu foto kereta di daerah Yogya, kini waktunya gue untuk kembali ke Solo. Maunya sih, baliknya naik KRDE AC Sriwedari nomor 214A keberangkatan pukul 14:30. Tetapi, karena mengejar waktu check-in di hotel, dan mengingat badan yang kumel ini belum tersentuh air sejak Rabu pagi (kecuali air hujan saat perjalanan balik ke Stasiun Tugu), jadilah gue buru-buru naik KRDE Prameks “Wiro Sableng” 212A keberangkatan pukul 13:20. Berhubung siang itu kereta dipenuhi penumpang, maka gue hanya bisa duduk lesehan di dekat salah satu pintu kereta selepas Stasiun Maguwo. Ketika berhasil duduk itu pula, gue sempat tertidur selama kurang lebih 30 menit, sebelum kereta tiba di Klaten. Lumayan juga, setelah semalaman di Eksekutif 6 KA Turangga yang puanas gue cuma bisa tidur 30 menit juga...

Masuk jalur 2 Stasiun Klaten, tepat dari pintu di mana gue duduk lesehan, gue menemukan sebuah benda kuning yang sedang terdiam di jalur 3. Langsung saja gue foto selagi pintu kereta terbuka...


Lepas Klaten, ternyata gue sempat kembali tertidur, hingga kereta melewati Stasiun Delanggu, kurang lebih 10 menit perjalanan dengan kereta api menuju Solo. Tetapi, siang itu, Prameks menempuh jarak Delanggu-Solo dalam waktu 15 menit lebih, dikarenakan adanya pengerjaan underpass dekat daerah Gawok. Tapi, karena jendela pintu kereta yang buram ditambah hujan yang membasahi jendela, gue belum bisa memotret proses pengerjaan underpass yang mengharuskan setiap kereta yang lewat berjalan dengan kecepatan rendah (semboyan 2B).

Hujan masih tetap mengguyur Kota Solo begitu KA 212A tiba di Stasiun Purwosari. Gue memilih untuk turun di stasiun itu lalu naik becak menyusuri Jalan Slamet Riyadi. Tiba di hotel, langsung saja gue menyerahkan tanda pembayaran berikut kupon penitipan barang, dan gue langsung diarahkan ke kamar nomor 837, sebuah kamar non-smoking di lantai 8 dengan satu tempat tidur tunggal. Akhirnya, masuk kamar hotel juga. Ini dia pemandangan kamar ketika masih tertata rapi...






“The key to your well-being”...


Jam menunjukkan tepat pukul 15:00 ketika gue masuk ke dalam kamar. Sekitar satu jam lagi KA Argo Dwipangga dari Jakarta akan segera tiba, pikir gue. Langsung saja gue ambil baju ganti, lalu masuk ke kamar mandi dan menikmati guyuran air hangat yang keluar dari shower. Nikmatnya, segarnya, sampai-sampai gue lupa waktu, dan tanpa gue sadari gue menghabiskan waktu hampir 45 menit di bawah shower. Belum pernah gue mandi lebih lama dari 30 menit...

Begitu gue keluar dengan pakaian yang bersih dan badan yang segar, buru-buru gue mengemas barang bawaan untuk hunting sore itu. Gue lempar pakaian kotor ke salah satu sudut kamar, dan setelah memastikan semua peralatan berburu foto udah lengkap, gue langsung pergi meninggalkan hotel kembali ke Stasiun Purwosari. Sore itu, meeting point diadakan di PJL 99, pos penjagaan perlintasan kereta api tepat di samping Stasiun Purwosari.

Setiba di PJL 99, gue belum menemukan seorang pun ketika KRDE AC Sriwedari hendak berangkat dari Purwosari kembali ke Yogya. Di saat yang bersamaan, gue mengetahui bahwa salah satu temen railfan gue, yang biasanya gue temuin di Bandung, lagi nongkrong di dalam Stasiun Purwosari. Gue langsung berjalan kembali ke arah stasiun, tetapi begitu berada di luar stasiun, terdengar pengumuman bahwa KA Argo Dwipangga akan segera lewat. Mengingat gue nggak bisa masuk begitu saja ke dalam stasiun, gue langsung berlari terbirit-birit kembali ke PJL 99. Sialnya, di tengah jalan, rangkaian kereta dari Jakarta tersebut merayap dengan cepatnya melewati perlintasan. Karena terburu-buru, gue hanya sempat memotret kereta makan bercorak batiknya menggunakan kamera BB gue. Padahal, kalo saja tadinya gue sabar menunggu di pos penjagaan, gue bisa dapetin foto rangkaiannya secara utuh, berikut kereta wisata “Toraja” yang dibawa rangkaian kereta bernomor perjalanan 10 itu...


Karena masih belum ada orang yang datang di meeting point, gue berjalan kembali ke area Stasiun Purwosari. Tiba di depan stasiun, temen gue yang berada di dalam mengatakan bahwa ia sedang akan pergi sholat terlebih dahulu, dan temen satu lagi mengabarkan bahwa ia telah tiba dengan selamat di titik pertemuan. Okay, lagi-lagi gue harus berjalan kembali ke pos PJL 99. Tiga kali berjalan bolak-balik dari pos ke stasiun, itung-itung olahraga sore lah ya... :p

Tiba di titik pertemuan, tampak sesosok railfan telah menunggu di depan pintu pos penjagaan. Tidak berapa lama, dari arah stasiun muncul seseorang yang tidak lagi asing buat gue, kemudian disusul tiga orang lainnya. Ditotal, sore itu ada empat orang Solo dan dua orang Bandung berkumpul di tempat tersebut. Dari keempat “tuan rumah” tersebut, dua orang gue kenal dari grup BBM sesama railfans, satu gue kenal dari FB, dan satunya lagi baru kenalan on the spot. Dari ketiga rekan yang udah kenalan via jejaring sosial, baru teman di FB yang udah pernah gue temui face to face sebelum acara hunting sore itu.

Sore itu, kereta yang pertama lewat setelah kami semua berkumpul adalah Kereta Api Sancaka Sore dari Yogyakarta. Tampak petugas penjaga perlintasan mengangkat sebuah telepon berwarna biru, lalu kemudian memutar sebuah gagang di sisi telepon untuk menghubungi suatu tempat, sepertinya pos perlintasan berikutnya ke arah timur (kereta datang dari barat) bahwa akan ada kereta yang lewat. Kemudian, petugas tersebut mengatur panel kendali palang perlintasan dan menurunkannya. Sontak, seluruh kendaraan yang melewati Jalan Slamet Riyadi sore itu harus mengantri dengan tertib untuk mempersilakan rangkaian ular besi tujuan Surabaya tersebut lewat terlebih dahulu...


Sepuluh menit setelah lewatnya KA Sancaka, giliran KRDI AC Madiun Jaya dari Madiun diberangkatkan dari Stasiun Purwosari. Kembali, petugas perlintasan melakukan prosedur “telepon biru” lalu kemudian menutup perlintasan. Ular besi tanpa lokomotif itupun aman melintas menuju Yogyakarta... 



Belum sampai 5 menit sejak palang dibuka, petugas kembali menutup perlintasan tersebut untuk mempersilakan KA Lodaya Pagi dari Bandung berjalan langsung menuju pemberhentian akhirnya, Stasiun Solobalapan...


Kereta terakhir yang gue sempat potret sore itu adalah rangkaian KA Bengawan tujuan akhir Stasiun Tanjung Priok, Jakarta. Ketika berangkat dari Stasiun Purwosari, mesin lokomotif mengeluarkan asap hitam yang cukup tebal, tapi tidak sampai “kobong”, mengeluarkan api dari cerobong pembuangan gas.


Setelah itu, kami berpamitan dengan petugas perlintasan kereta api 99 dan bergeser ke sebuah warung nasi goreng tidak jauh dari tempat kami berkumpul tadi. Dari tempat makan tersebut, kami dapat melihat rangkaian KA Senja Utama tujuan Stasiun Pasar Senen melintas 5 menit lewat pukul 6 dari Stasiun Balapan.

Selesai santap malam, kami kembali ke pos PJL untuk memantau rangkaian kereta yang hilir-mudik. Salah satu dari temen gue membawa handy-talkie yang dapat memonitor kereta-kereta yang masuk wilayah channel 12, dari Walikukun sampai Yogyakarta. Sambil menunggu kedatangan kereta-kereta malam itu, kami sempatkan diri untuk narsis di luar pos PJL 99, menggunakan kamera salah satu temen gue yang kebetulan juga membawa mini tripodnya...




Kereta pertama yang lewat adalah KRDE AC Sriwedari dari Yogyakarta, yang tiba di Stasiun Purwosari tepat pukul 18:55, sesuai dengan yang dijadwalkan. Adapun kereta penumpang jarak jauh pertama yang lewat adalah KA Sritanjung dari Banyuwangi tujuan akhir Stasiun Lempuyangan, yang lewat tepat pukul 19:00, terlambat 40 menit dari jadwal.

Tetapi malam itu, keterlambatan KA Sritanjung tidak seberapa dengan keterlambatan yang disebabkan KA Gaya Baru Malam Selatan dari Stasiun Surabaya Gubeng. Setelah terlambat tiba di Stasiun Solo Jebres, kereta tersebut pun berhenti sekitar 1 jam lebih di stasiun tersebut akibat beberapa masalah. Akibatnya, KA Kahuripan yang bakal ditumpangi temen gue yang malam itu pulang ke Bandung tertahan hampir 2 jam di Stasiun Jebres.

Menjelang jam 8 malam, kereta api yang berhenti di Stasiun Purwosari adalah rangkaian KA Gaya Baru yang keterlambatannya mencapai hampir 1,5 jam. Di saat itu pula, penantian akan kedatangan KA Kahuripan dari Kediri dimulai. Lima menit setelah keberangkatan KA Gaya Baru, dari arah timur terlihat sorot lampu lokomotif. Dari arah barat, terdengar perlintasan kereta api ditutup. Sudah jelas, kereta yang datang bukanlah rangkaian KA Kahuripan yang berhenti normal di Purwosari...

“Jalur 3 dari arah timur berjalan langsung Kereta Api Ekspres Argo Dwipangga tujuan Jakarta Gambir...”

Dan rangkaian kereta kelas Eksekutif itupun lewat...

Setengah jam berselang, dari arah timur kembali terlihat sorot lampu lokomotif. Tapi, lagi-lagi itu bukanlah kereta yang ditunggu-tunggu, melainkan rangkaian KA Lodaya Malam tujuan Bandung. Dan hingga pukul 9 malam, sudah ada dua kereta penumpang jarak jauh yang lewat, masing-masing KA Sancaka Sore dari Surabaya yang terlambat sekitar 1,5 jam dan KA Gajayana dari Malang yang terlambat sekitar 40 menit, dan KA Kahuripan yang ditunggu-tunggu para penumpangnya di Stasiun Purwosari tak kunjung datang. Sambil “galau” menunggu kedatangan kereta bernomor perjalanan 123 tersebut, lagi-lagi kami narsis, kali ini di peron Stasiun Purwosari...



Barulah, sepuluh menit lewat pukul 9, terdengar pengumuman bahwa di jalur 3 akan segera masuk rangkaian Kereta Api Kahuripan dari Kediri untuk tujuan akhir Kahuripan. Keterlambatan kereta malam tersebut mencapai 1 jam 45 menit. Saking terlambatnya kereta tersebut, pergantian masinis, asisten masinis, dan kru lainnya yang seharusnya dilakukan di Stasiun Lempuyangan, dipindah ke Stasiun Jebres ketika kereta tertahan sekitar 1 jam lebih. Di peron jalur 3, kami melepas keberangkatan temen gue yang akan memulai perjalanan panjang kembali ke Bandung. Setelah kereta berangkat, gue diantar salah seorang temen kembali ke hotel. Masuk ke kamar, gue langsung mengganti pakaian dan langsung naik ke tempat tidur, dan setelah membungkus badan dengan selimut, langsung tertidur lelap...

Itulah cerita tentang kegiatan hunting di Purwosari, terima kasih telah membaca corat-coret gue ini, mohon maaf kalo ada salah-salah kata...

Friday, February 01, 2013

Liburan ke Solo... (hunting bagian 1)

Okay, ini dia lanjutan cerita tentang liburan gue ke Solo, selamat menikmati!



Sesuai judulnya, kali ini gue bakal ceritain tentang kegiatan hunting foto gue selama tanggal 24 Januari 2013. Semuanya dimulai dari Stasiun Solobalapan. Dari stasiun itu, gue berangkat ke Yogya dengan KRDE Prambanan Ekspres pemberangkatan pertama, pukul 05:30. Akhirnya, untuk kali pertama, gue naik KRD yang mirip dengan KRDE Baraya Geulis di Bandung sewaktu masih menggunakan livery kuning. Bedanya, Prambanan Ekspres tampak lebih bersih, terawat, dan selalu dipenuhi penumpang...




Di perjalanan, gue menikmati sarapan berupa dua buah roti isi cokelat yang gue beli dari toko roti di samping rumah sore sebelum keberangkatan dari Bandung. Ketika membuka plastik yang gue bawa, baru gue inget kalo gue lupa ambil susu kotak yang ada di ransel. Terpaksa, pagi itu gue nggak minum susu, padahal udah kebiasaan tiap pagi. Ya nggak apa-apa lah, toh ada aqua botol buat minum. Yang penting gue nggak laper dan nggak haus...

Pagi itu, kereta berangkat terlambat 5 menit, tapi ajaibnya bisa tiba di Stasiun Tugu tepat pukul 06:49, sesuai dengan yang tertera di tiket. Bravo! Turun dari kereta, dengan penuh keyakinan gue berjalan ke sisi selatan stasiun untuk mencari pintu keluar samping. Tapi, gue tidak menemukan akses satupun. Bertemu dengan seseorang, barulah gue tau kalo akses keluar berada di peron jalur 4. Terpaksa gue harus berjalan kembali ke peron di mana gue tadi turun dari kereta. Ketika menyeberang melalui Eksekutif 4 KA Sancaka yang sudah siap di jalur 2, tidak lupa gue foto interiornya. Lumayan juga, nuansa birunya menambah sejuknya AC kereta tersebut...


Setelah menembus terowongan di bawah peron selatan, akhirnya gue keluar ke jalan raya di sisi selatan stasiun (Pasar Kembang apa ya?), dan mendapati temen gue udah nungguin di atas motornya. Maafin gue ya, kesasar dulu di dalam stasiun, tapi kan kalo nggak nyasar nggak greget... #ehh :p

Dari situ, kami memulai perjalanan selama kurang lebih 30 menit hingga tiba di spot pertama: Kalimenur. Setelah cukup lama hanya bisa menikmati foto-foto dari teman-teman railfans, akhirnya gue bisa menginjakkan kaki di spot sejuta umat tersebut, yang kata temen gue “ditambah kamu jadi sejuta satu”. Finally, finally, tapi tetep aja rasanya masih kurang, tanah orang udah gue “jajah” tapi tanah sendiri, di Lebakjero, belum gue “jajah”, padahal di sana udah jadi “sejuta dua”...

Di tempat ini, kami bertemu dengan 6 spesies ular besi. Pertama, Bogowonto sp. tujuan Pasar Senen, kemudian ada Semen sp., Fajar Utama sp. tujuan Pasar Senen, Logawa sp. tujuan Jember, dan Argo Lawu sp. tujuan Gambir. Yang terakhir ini adalah ular yang paling dinanti pagi itu, dan sebuah keberuntungan ketika ular favorit kami berdua yang didamba-dambakan ini ternyata membawa sepotong kereta yang lebih putih dari yang lain. Ya, sebuah kereta wisata bernama Nusantara, yang kini dibalut garis batik bernuansa biru. Akhirnya, di spot yang baru pertama kali gue datangi ini, gue bisa dapetin foto kereta wisata yang baru berganti livery itu...



Beres memotret Argo Lawu, gue diajak berpindah ke spot berikutnya: Jembatan Kali Progo. Sebelum berangkat, temen gue bertanya dulu apa tidak masalah kalo nggak sempet motret Lodaya, karena masih baru akan mencari akses masuk ke spot di ujung barat jembatan ini. Gue tetep memilih untuk berangkat, apapun risikonya. Saat itu, kami tinggal punya waktu sekitar 20 menit sampai kemunculan Lodaya dari Solo. Keluar ke jalan raya dan tiba di tugu perbatasan Kabupaten Kulon Progo (kalo nggak salah ya), temen gue membelokkan laju motornya memasuki sebuah jalan kecil di samping tugu tersebut. Setelah sempat terkecoh papan penunjuk jalan, akhirnya kami bisa tiba di tempat tujuan dalam waktu 15 menit saja. Hore, berarti Lodaya belum lewat! Tampak pula ada dua orang gadis sedang narsis dekat jembatan kereta. Tapi, sepertinya mereka kelewat lupa tempat ketika sedang narsis. Buktinya, ketika kereta sudah muncul di ujung jembatan, mereka masih saja duduk berpose di rel. Masinis pun harus kembali membunyikan semboyan 35 agar mereka bergeser menjauh dari rel...


Setengah jam berselang, kembali ada kereta berjalan menyeberangi Jembatan Kali Progo dari arah Yogyakarta. Kali ini adalah KA Taksaka Pagi tujuan Jakarta. Inilah ular besi terakhir yang lewat di daerah tersebut. Beres memotret ular besi, giliran kami, para fotografer, untuk berpose. Pertama, gue sendiri dulu, kemudian pose berdua, tanda udah pernah ke tempat ini...
 


Jam menunjukkan pukul 10:40, dan kereta berikutnya baru akan lewat sekitar pukul 12 lewat. Kami memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu di rumah makan Soto Pak Slamet di daerah Patukan, tidak jauh dari daerah tempat tinggal temen gue ini. Rumah makan yang siang itu ramai pernah dikunjungi chef ternama Indonesia, Pak Bondan Winarno. Tempatnya dekat dengan rel kereta api, walaupun terhalang beberapa pepohonan, tapi kami masih bisa mendengar suara lokomotif yang “seruntulan” dari Rewulu menuju Yogyakarta. Tempat makan tersebut sangat berkesan buat gue. Makanannya maknyus, terjangkau pula. Dan juga suasana tempatnya, mendukung nikmatnya soto yang disajikan. Oh ya, saking hausnya, siang itu gue dan temen gue masing-masing menghabiskan dua gelas es jeruk. Gelas pertama gue teguk abis sebelum sotonya datang, dan gelas kedua, tentunya, sehabis melahap isi mangkuk sotonya. Belum lagi, gue ditraktir oleh temen gue. Padahal, perjanjiannya, seharusnya gue yang traktir dia, tetapi karena satu dan lain hal, akhirnya gue yang ditraktir. Beres makan, kami bergeser ke tempat ini...


Ya, Stasiun Patukan, “markas besar” temen gue. Tidak jauh dari bangunan utama stasiun, terdapat satu rumah dinas PT KAI yang udah nggak ditempati lagi, sehingga tampak angker. Belum lagi ditambah kedatangan “penghuni” berupa replika genderuwo, yang biasa disebut dengan “ogoh-ogoh”, jadi tampak makin angker. Tapi, siang itu, tampak ada beberapa bocah asyik bermain dengan “ogoh-ogoh” yang disimpan di sana setelah sebuah acara di daerah tersebut. Bahkan, mereka sempat mengangkat “ogoh-ogoh” itu dan membawanya maju-mundur ke arah rel ketika sedang sepi. Sayangnya, siang itu gue nggak kepikiran untuk memotret aksi para bocah dengan replika genderuwo itu. Gue hanya terpikir untuk siap-siap memotret rangkaian KA Argo Wilis tujuan Bandung yang akan lewat...

Setelah penantian beberapa waktu, terdengar sirene perlintasan kereta api dekat stasiun berbunyi tanda akan ada kereta yang lewat. Dan di saat yang bersamaan, para bocah sepertinya tau kalo kami akan memotret kereta yang lewat, dan mereka sedikit mengganggu kami. Tapi untungnya tidak mengangkat “ogoh-ogoh” tadi dan menghalangi kami, hanya sekedar lompat-lompat di depan kamera. Ya, dengan sedikit keberuntungan, gue masih bisa mendapatkan foto rangkaian Argo Wilis ketika akan melewati Stasiun Patukan...


Dan tidak berapa lama setelah kereta lewat, hujan mulai turun perlahan. Dari stasiun, kami mampir sebentar ke rumah temen gue yang berada tidak jauh dari stasiun. Ketika berbelok dari jalan utama, hujan turun lebih deras dari sebelumnya. Beruntung, saat itu kami hampir tiba di tempat tujuan. Tapi ternyata, hujannya tidak berlangsung lama. Begitu reda, kami memutuskan kembali melanjutkan perjalanan dengan membawa jas hujan, mengingat Prameks tujuan Solo berangkat pukul 13:20, dan saat itu waktu menunjukkan sudah pukul 12:45. Di perjalanan, hujan kembali turun lebih deras lagi. Tapi, kali ini kami sudah terlindungi jas hujan, untungnya. Lucunya, ketika memasuki Yogyakarta, suasana di sana kering. Para pengendara motor dari arah luar kota tampak menggunakan jas hujan, tetapi pengendara dari arah dalam kota tidak.

Cerahnya langit di Kota Gudeg itu setidaknya memperbolehkan gue untuk bisa berpose di bawah papan nama Jalan Malioboro. Coba kalo hujan, udah pasti gue langsung buru-buru masuk ke peron stasiun untuk berteduh...


Dan di pintu perlintasan berupa pagar yang berada di sisi timur stasiun, gue berhasil memotret kereta makan bercorak batik Madura milik KA Sancaka untuk pertama kalinya. Begitu juga dengan temen gue, yang sayangnya tidak membawa serta kamera miliknya...




Masuk ke halaman depan Stasiun Tugu, di tempat itulah kami berpisah. Gue berterima kasih untuk kesempatan hunting pagi hingga siang itu, udah boleh dianterin jauh-jauh ke Kalimenur, Jembatan Progo, Stasiun Patukan, dan ditraktir makan enak di Soto Pak Slamet. Tapi, sebelum berpisah, gue masih meminta tolong temen gue untuk memotret gue di depan pintu masuk Stasiun Tugu...


Selesai berpose, gue berpisah dengan temen gue dan langsung berlari ke loket Prameks. Waktu menunjukkan pukul 13:15, dan antrian di loket siang itu sangat panjang. Lima menit yang tersisa tidak cukup untuk membeli tiket dengan tetap berada di antrian. Beruntung, petugas keamanannya berbaik hati dan memperbolehkan penumpang yang akan segera berangkat untuk “menyerobot” barisan langsung menuju loket. Singkat cerita, pemberangkatan kereta ditunda 10 menit hingga dipastikan tidak ada lagi penumpang yang masih mengantri di loket. Semboyan 40 oleh PPKA, semboyan 41 oleh kondektur, semboyan 35 oleh masinis, dan kereta pun berangkat dari jalur 2. Selamat tinggal Yogyakarta...

Ini baru bagian pertama, segera dilanjutkan dengan bagian dua...