Setelah menikmati
saat-saat berburu foto kereta di daerah Yogya, kini waktunya gue untuk kembali
ke Solo. Maunya sih, baliknya naik KRDE AC Sriwedari nomor 214A keberangkatan
pukul 14:30. Tetapi, karena mengejar waktu check-in di hotel, dan mengingat badan
yang kumel ini belum tersentuh air sejak Rabu pagi (kecuali air hujan saat
perjalanan balik ke Stasiun Tugu), jadilah gue buru-buru naik KRDE Prameks
“Wiro Sableng” 212A keberangkatan pukul 13:20. Berhubung siang itu kereta
dipenuhi penumpang, maka gue hanya bisa duduk lesehan di dekat salah satu pintu
kereta selepas Stasiun Maguwo. Ketika berhasil duduk itu pula, gue sempat
tertidur selama kurang lebih 30 menit, sebelum kereta tiba di Klaten. Lumayan
juga, setelah semalaman di Eksekutif 6 KA Turangga yang puanas gue cuma bisa
tidur 30 menit juga...
Masuk jalur 2 Stasiun
Klaten, tepat dari pintu di mana gue duduk lesehan, gue menemukan sebuah benda
kuning yang sedang terdiam di jalur 3. Langsung saja gue foto selagi pintu
kereta terbuka...
Lepas Klaten, ternyata
gue sempat kembali tertidur, hingga kereta melewati Stasiun Delanggu, kurang
lebih 10 menit perjalanan dengan kereta api menuju Solo. Tetapi, siang itu,
Prameks menempuh jarak Delanggu-Solo dalam waktu 15 menit lebih, dikarenakan
adanya pengerjaan underpass dekat daerah Gawok. Tapi, karena jendela pintu
kereta yang buram ditambah hujan yang membasahi jendela, gue belum bisa
memotret proses pengerjaan underpass yang mengharuskan setiap kereta yang lewat
berjalan dengan kecepatan rendah (semboyan 2B).
Hujan masih tetap
mengguyur Kota Solo begitu KA 212A tiba di Stasiun Purwosari. Gue memilih untuk
turun di stasiun itu lalu naik becak menyusuri Jalan Slamet Riyadi. Tiba di
hotel, langsung saja gue menyerahkan tanda pembayaran berikut kupon penitipan
barang, dan gue langsung diarahkan ke kamar nomor 837, sebuah kamar non-smoking
di lantai 8 dengan satu tempat tidur tunggal. Akhirnya, masuk kamar hotel juga.
Ini dia pemandangan kamar ketika masih tertata rapi...
“The key to your well-being”...
Jam menunjukkan tepat
pukul 15:00 ketika gue masuk ke dalam kamar. Sekitar satu jam lagi KA Argo
Dwipangga dari Jakarta akan segera tiba, pikir gue. Langsung saja gue ambil
baju ganti, lalu masuk ke kamar mandi dan menikmati guyuran air hangat yang
keluar dari shower. Nikmatnya, segarnya, sampai-sampai gue lupa waktu, dan
tanpa gue sadari gue menghabiskan waktu hampir 45 menit di bawah shower. Belum
pernah gue mandi lebih lama dari 30 menit...
Begitu gue keluar dengan
pakaian yang bersih dan badan yang segar, buru-buru gue mengemas barang bawaan
untuk hunting sore itu. Gue lempar pakaian kotor ke salah satu sudut kamar, dan
setelah memastikan semua peralatan berburu foto udah lengkap, gue langsung
pergi meninggalkan hotel kembali ke Stasiun Purwosari. Sore itu, meeting point
diadakan di PJL 99, pos penjagaan perlintasan kereta api tepat di samping
Stasiun Purwosari.
Setiba di PJL 99, gue
belum menemukan seorang pun ketika KRDE AC Sriwedari hendak berangkat dari
Purwosari kembali ke Yogya. Di saat yang bersamaan, gue mengetahui bahwa salah
satu temen railfan gue, yang biasanya gue temuin di Bandung, lagi nongkrong di
dalam Stasiun Purwosari. Gue langsung berjalan kembali ke arah stasiun, tetapi
begitu berada di luar stasiun, terdengar pengumuman bahwa KA Argo Dwipangga
akan segera lewat. Mengingat gue nggak bisa masuk begitu saja ke dalam stasiun,
gue langsung berlari terbirit-birit kembali ke PJL 99. Sialnya, di tengah
jalan, rangkaian kereta dari Jakarta tersebut merayap dengan cepatnya melewati
perlintasan. Karena terburu-buru, gue hanya sempat memotret kereta makan
bercorak batiknya menggunakan kamera BB gue. Padahal, kalo saja tadinya gue
sabar menunggu di pos penjagaan, gue bisa dapetin foto rangkaiannya secara
utuh, berikut kereta wisata “Toraja” yang dibawa rangkaian kereta bernomor
perjalanan 10 itu...
Karena masih belum ada
orang yang datang di meeting point, gue berjalan kembali ke area Stasiun
Purwosari. Tiba di depan stasiun, temen gue yang berada di dalam mengatakan
bahwa ia sedang akan pergi sholat terlebih dahulu, dan temen satu lagi
mengabarkan bahwa ia telah tiba dengan selamat di titik pertemuan. Okay,
lagi-lagi gue harus berjalan kembali ke pos PJL 99. Tiga kali berjalan
bolak-balik dari pos ke stasiun, itung-itung olahraga sore lah ya... :p
Tiba di titik pertemuan,
tampak sesosok railfan telah menunggu di depan pintu pos penjagaan. Tidak
berapa lama, dari arah stasiun muncul seseorang yang tidak lagi asing buat gue,
kemudian disusul tiga orang lainnya. Ditotal, sore itu ada empat orang Solo dan
dua orang Bandung berkumpul di tempat tersebut. Dari keempat “tuan rumah”
tersebut, dua orang gue kenal dari grup BBM sesama railfans, satu gue kenal
dari FB, dan satunya lagi baru kenalan on the spot. Dari ketiga rekan yang udah
kenalan via jejaring sosial, baru teman di FB yang udah pernah gue temui face
to face sebelum acara hunting sore itu.
Sore itu, kereta yang
pertama lewat setelah kami semua berkumpul adalah Kereta Api Sancaka Sore dari
Yogyakarta. Tampak petugas penjaga perlintasan mengangkat sebuah telepon
berwarna biru, lalu kemudian memutar sebuah gagang di sisi telepon untuk
menghubungi suatu tempat, sepertinya pos perlintasan berikutnya ke arah timur
(kereta datang dari barat) bahwa akan ada kereta yang lewat. Kemudian, petugas
tersebut mengatur panel kendali palang perlintasan dan menurunkannya. Sontak,
seluruh kendaraan yang melewati Jalan Slamet Riyadi sore itu harus mengantri
dengan tertib untuk mempersilakan rangkaian ular besi tujuan Surabaya tersebut
lewat terlebih dahulu...
Sepuluh menit setelah
lewatnya KA Sancaka, giliran KRDI AC Madiun Jaya dari Madiun diberangkatkan
dari Stasiun Purwosari. Kembali, petugas perlintasan melakukan prosedur
“telepon biru” lalu kemudian menutup perlintasan. Ular besi tanpa lokomotif
itupun aman melintas menuju Yogyakarta...
Belum sampai 5 menit
sejak palang dibuka, petugas kembali menutup perlintasan tersebut untuk
mempersilakan KA Lodaya Pagi dari Bandung berjalan langsung menuju
pemberhentian akhirnya, Stasiun Solobalapan...
Kereta terakhir yang gue
sempat potret sore itu adalah rangkaian KA Bengawan tujuan akhir Stasiun
Tanjung Priok, Jakarta. Ketika berangkat dari Stasiun Purwosari, mesin
lokomotif mengeluarkan asap hitam yang cukup tebal, tapi tidak sampai “kobong”,
mengeluarkan api dari cerobong pembuangan gas.
Setelah itu, kami
berpamitan dengan petugas perlintasan kereta api 99 dan bergeser ke sebuah
warung nasi goreng tidak jauh dari tempat kami berkumpul tadi. Dari tempat
makan tersebut, kami dapat melihat rangkaian KA Senja Utama tujuan Stasiun
Pasar Senen melintas 5 menit lewat pukul 6 dari Stasiun Balapan.
Selesai santap malam,
kami kembali ke pos PJL untuk memantau rangkaian kereta yang hilir-mudik. Salah
satu dari temen gue membawa handy-talkie yang dapat memonitor kereta-kereta
yang masuk wilayah channel 12, dari Walikukun sampai Yogyakarta. Sambil
menunggu kedatangan kereta-kereta malam itu, kami sempatkan diri untuk narsis
di luar pos PJL 99, menggunakan kamera salah satu temen gue yang kebetulan juga
membawa mini tripodnya...
Kereta pertama yang lewat adalah KRDE AC Sriwedari dari Yogyakarta, yang tiba di Stasiun Purwosari tepat pukul 18:55, sesuai dengan yang dijadwalkan. Adapun kereta penumpang jarak jauh pertama yang lewat adalah KA Sritanjung dari Banyuwangi tujuan akhir Stasiun Lempuyangan, yang lewat tepat pukul 19:00, terlambat 40 menit dari jadwal.
Tetapi malam itu,
keterlambatan KA Sritanjung tidak seberapa dengan keterlambatan yang disebabkan
KA Gaya Baru Malam Selatan dari Stasiun Surabaya Gubeng. Setelah terlambat tiba
di Stasiun Solo Jebres, kereta tersebut pun berhenti sekitar 1 jam lebih di
stasiun tersebut akibat beberapa masalah. Akibatnya, KA Kahuripan yang bakal
ditumpangi temen gue yang malam itu pulang ke Bandung tertahan hampir 2 jam di
Stasiun Jebres.
Menjelang jam 8 malam,
kereta api yang berhenti di Stasiun Purwosari adalah rangkaian KA Gaya Baru
yang keterlambatannya mencapai hampir 1,5 jam. Di saat itu pula, penantian akan
kedatangan KA Kahuripan dari Kediri dimulai. Lima menit setelah keberangkatan
KA Gaya Baru, dari arah timur terlihat sorot lampu lokomotif. Dari arah barat,
terdengar perlintasan kereta api ditutup. Sudah jelas, kereta yang datang
bukanlah rangkaian KA Kahuripan yang berhenti normal di Purwosari...
“Jalur 3 dari arah timur
berjalan langsung Kereta Api Ekspres Argo Dwipangga tujuan Jakarta Gambir...”
Dan rangkaian kereta
kelas Eksekutif itupun lewat...
Setengah jam berselang,
dari arah timur kembali terlihat sorot lampu lokomotif. Tapi, lagi-lagi itu
bukanlah kereta yang ditunggu-tunggu, melainkan rangkaian KA Lodaya Malam
tujuan Bandung. Dan hingga pukul 9 malam, sudah ada dua kereta penumpang jarak
jauh yang lewat, masing-masing KA Sancaka Sore dari Surabaya yang terlambat sekitar
1,5 jam dan KA Gajayana dari Malang yang terlambat sekitar 40 menit, dan KA
Kahuripan yang ditunggu-tunggu para penumpangnya di Stasiun Purwosari tak
kunjung datang. Sambil “galau” menunggu kedatangan kereta bernomor perjalanan
123 tersebut, lagi-lagi kami narsis, kali ini di peron Stasiun Purwosari...
Barulah, sepuluh menit
lewat pukul 9, terdengar pengumuman bahwa di jalur 3 akan segera masuk
rangkaian Kereta Api Kahuripan dari Kediri untuk tujuan akhir Kahuripan.
Keterlambatan kereta malam tersebut mencapai 1 jam 45 menit. Saking
terlambatnya kereta tersebut, pergantian masinis, asisten masinis, dan kru
lainnya yang seharusnya dilakukan di Stasiun Lempuyangan, dipindah ke Stasiun
Jebres ketika kereta tertahan sekitar 1 jam lebih. Di peron jalur 3, kami
melepas keberangkatan temen gue yang akan memulai perjalanan panjang kembali ke
Bandung. Setelah kereta berangkat, gue diantar salah seorang temen kembali ke
hotel. Masuk ke kamar, gue langsung mengganti pakaian dan langsung naik ke tempat
tidur, dan setelah membungkus badan dengan selimut, langsung tertidur lelap...
Itulah cerita tentang
kegiatan hunting di Purwosari, terima kasih telah membaca corat-coret gue ini,
mohon maaf kalo ada salah-salah kata...