Wednesday, January 30, 2013

Liburan ke Solo... (hari keberangkatan)


Halo! Berhubung ini adalah post pertama gue, sebelum memulai isi blog ini gue mau ucapin selamat datang di blog yang masih baru, kosong, dan belum “tercemar” oleh corat-coret buatan gue. Selamat menikmati!

Back to topic. Perjalanan ini sebenernya udah gue rencanain dari waktu yang cukup lama, tapi berhubung gue belum punya pengalaman pergi ke luar kota sendirian, maka permohonan surat jalan berlangsung sangat lama. Dan akhirnya, setelah berkali-kali bernegosiasi dengan orang tua, gue berhasil mendapat izin dari mereka untuk berlibur ke Solo. Dua hari dua malam saja koq...

Menjelang awal rencana keberangkatan pada tanggal 25 Januari, gue pun berencana untuk memesan tiket kereta pulang-pergi. Entah kenapa, beberapa jam sebelum pergi memesan tiket di stasiun (maklum, gue orang jadul yang masih datang ngantri di loket, demi mengirit ongkos pemesanan di agen atau via website sebesar Rp. 7.500,-), orang tua gue bertanya bagaimana kalo tanggal keberangkatannya dimajukan: berangkat 23 malam, pulang 25 siang, biar gue di Solo pas tanggal 24, yang adalah hari libur nasional. Di saat itu juga, gue inget dengan temen gue sesama railfan yang berencana pulang kampung ke Yogya tanggal 23 malam. Bagus, berarti ada temen di jalan pas berangkat.

Langsung saja, begitu tiba di sekolahan ade, gue nyalain laptop, pasang modem, dan cek ketersediaan tiket ke Solo tanggal 23 malam. Begitu muncul, waduh, tiket Eksekutif Lodaya Malam udah abis! Pilihan tinggal ada untuk kereta Eksekutif Turangga, dengan harga tiket Rp. 315.000,-. Pertama, budget pasti membengkak. Ah, soal gampang itu, tabungan gue ini yang gue pakai, tinggal gue nabung lagi biar balik modal. Yang kedua, temen gue (seinget gue waktu itu) biasanya pulang naik Lodaya Malam. Wah, berarti gue bakal sendirian di rangkaian Turangga itu. Ya sudahlah, daripada nggak pergi sama sekali. Gue langsung melakukan pemesanan online untuk pertama kalinya, dan seperti yang gue bilang sebelumnya, gue terpaksa harus menambah biaya pemesanan sebesar Rp. 7.500,- untuk booking online ini. Beruntung laman pemesanan http://www.tiketkai.com/ memberikan diskon sebesar Rp. 909,- untuk pemesanan itu, sehingga total pembayaran yang harus gue lakukan menjadi Rp. 321.591,- saja. Saja. Tapi, gue bisa memilih kursi semau gue, dan langsung saja gue pilih kursi nomor 1C di Eksekutif 6, yang tercatat sebagai kursi tunggal, tempat favorit gue. Setelah itu, gue cek tiket untuk pulang, dan karena masih ada sekitar 100 kursi lebih, gue putuskan untuk membeli tiketnya di stasiun saja, biar nggak nambah 7.500 lagi.

Singkat cerita, setelah melakukan pembayaran tiket Turangga dan mendapatkan struk bukti pembayaran, gue langsung berangkat ke Stasiun Kereta Api Bandung +709 untuk memesan tiket pulang Solo-Bandung. Ternyata, siang itu banyak orang yang juga memesan tiket, sehingga gue mendapatkan nomor antrian B368 di saat pelanggan yang sedang dilayani di loket baru sampai nomor B345. Sambil menunggu giliran, gue iseng bertanya dengan temen gue yang bakalan pulkam tadi itu tentang sisa kursi KA Turangga berikut harganya. Tau-taunya, dia menjawab dengan tambahan “ini Turanggaku juga” di akhir pesan. Nggak nyangka, ternyata dia naik kereta yang sama. Emang keberuntungan gue kali ya tiket Lodaya abis, coba kalo masih ada pasti gue naik Lodaya yang lebih murah 50 ribu, tapi kesepian bak anak ilang. Tapi tetep aja, biar sama-sama naik Turangga, tempat duduk gue dan temen gue ternyata beda kereta. Gue di Eksekutif 6, dia di Eksekutif 5. Ah, cuma dipisahin bordes doank, nggak jauh.



Dua hari, dua jam, empat puluh enam menit berselang (sesuai tanggal penukaran tiket yang tertera), akhirnya Kereta Api Ekspres Malam Turangga berangkat dari jalur 6 Stasiun Bandung ditarik lokomotif bernomor lambung...CC 204 15. Ya, CC 204 15, loko favorit gue yang kedua, setelah si dua-nol-satu-cepe tentunya. Tapi, sebelum berangkat, rasanya kurang lengkap kalo nggak narsis dulu dengan papan nama penunjuk KA Turangga.



Masuk ke dalam Eksekutif 6, nomor kereta K1 0 66 09, Dipo Induk Kereta Sidotopo, langsung gue cari kursi tunggal dengan nomor 1C. Tapi apa yang gue dapet? Ternyata kursi 1C digabung dengan kursi tunggal lainnya, 13B, yang seharusnya berada di ujung kereta lainnya. Gagal deh duduk di kursi tunggal, dan terpaksa harus ada orang lain yang duduk di samping kursi gue...


Malam itu, kereta dipenuhi penumpang sejak dari Bandung. Kurang lebih inilah suasana Eksekutif 6 sebelum keberangkatan...


Sebelum berangkat, yang muncul di layar TV bukanlah film atau kumpulan iklan, tapi ucapan selamat datang dari kru kereta api. 


Oke, tepat pukul 7 malam waktu Indonesia bagian barat, kereta berangkat. Tapi koq, AC-nya masih aja anget ya? Ah, mungkin karena baru berangkat. Tapi, sampai kereta berenti di Cipeundeuy buat ngecek rem, nggak dingin-dingin juga. Gue coba nyebrang ke Eksekutif 5. Hampir semua penumpang terbungkus lapisan selimut warna biru. Dingin, memang dingin. Berbanding terbalik dengan keadaan di Eksekutif 6 yang termasuk panas...Tapi, sekalipun dengan AC yang tidak bikin badan menggigil, mayoritas penumpang Eksekutif 6 dapat tidur dengan nyenyak seiring berjalannya waktu. Ketika berenti di Banjar jam setengah 11 lewat, tampak tinggal sedikit penumpang yang masih terjaga setelah disuguhi dua film yang ditayangkan malam itu.


Lepas Banjar, gue masih tetep nggak bisa tidur. Selain karena AC yang nggak dingin, emang “penyakit” gue juga kali ya, susah tidur kalo naik kereta sekalipun itu kereta malam. Untuk mengisi malam itu, gue pasang headset buat dengerin lagu. Sambil dengerin lagu, gue juga coba membuat laporan perjalanan kereta api, tapi hanya bisa mencatat jam pemberhentian kereta di tiap stasiun di mana kereta berhenti, baik secara normal untuk menaik-turunkan penumpang, atau secara luar biasa untuk bersilang dengan kereta dari arah berlawanan. Berikut hasil catatan gue malam itu...

19:00 berangkat Bandung
19:24 berjalan langsung Rancaekek, silang KA 5 Argo Wilis SGU-BD dan KRD Ekonomi
20:36 berjalan langsung Bumiwaluya, silang KA 121 Pasundan SGU-KAC
20:46-20:55 berhenti Cipeundeuy, pengecekan rem
21:13 berjalan langsung Ciawi, silang KA 143 Serayu Malam KYA-JAKK
21:35-21:44 berhenti normal Tasikmalaya
22:30-22:44 berhenti normal Banjar
23:59-00:06 berhenti normal Kroya
00:20-00:24 berhenti sinyal muka Tambak
00:25 berjalan langsung Tambak, silang KA 75 Lodaya Malam SLO-BD
00:39-00:44 berhenti Gombong, silang KA 95 Mutiara Selatan SGU-BD dan KA 33 Bima SGU-GMR
01:03-01:07 berhenti Wonosari, silang KA 37 Turangga SGU-BD
01:24-01:26 berhenti Prembun, silang KA 89 Malabar ML-BD
01:38-01:42 berhenti normal Kutoarjo
02:30-02:38 berhenti normal Yogyakarta
03:34-03:38 berhenti normal Solobalapan

Well, telat 32 menit itu tidak terlalu parah untuk ukuran kereta malam dengan jarak tempuh sejauh itu. Yang terpenting adalah gue akhirnya bisa tiba dengan selamat di Solo, walau hanya sempet tidur setengah jam saja dalam perjalanan antara Banjar ke Kroya. Ini foto rangkaian kereta Ekspres Malam Turangga dengan model kaca seperti pesawat ketika berhenti di Solobalapan. Oh iya, ternyata malam itu mayoritas penumpang turun di Yogyakarta, sepertinya kebanyakan dari mereka adalah penumpang yang kehabisan tiket Lodaya seperti gue, karena kereta ini memiliki tujuan akhir Surabaya. Dan ketika berangkat dari Solobalapan, terlihat hanya 3 kereta Eksekutif terdepan yang terisi cukup penuh, sisanya hanya terisi kurang dari 10 orang per keretanya...


Turun dari kereta, gue nggak langsung berangkat menuju hotel, tetapi gue masih menunggu sekitar 1 jam hingga kedatangan KA Argo Lawu dari Jakarta. Tepat pukul 04:37, rangkaian kereta kelas Eksekutif Argo itu tiba di jalur 5 dengan ditarik lokomotif bernomor lambung CC 204 04. Setelah seluruh penumpang Eksekutif 2 turun, gue buru-buru memotret interior salah satu kereta favorit gue...


Selesai memotret, gue langsung turun agar tidak terbawa langsiran masuk ke dalam dipo kereta. Di luar, para penarik becak dan supir taksi menawarkan jasa mereka untuk mengantar para penumpang yang baru tiba menuju tempat mereka tinggal. Gue memilih naik becak menuju hotel yang terletak di bilangan Jalan Gajah Mada. Setiba di hotel, gue langsung melakukan pembayaran dan menitipkan ransel gue satu-satunya, dan setelah mengambil kamera dan perbekalan untuk sarapan, gue langsung berangkat kembali ke Stasiun Balapan untuk berangkat dengan Prambanan Ekspres pertama menuju Yogyakarta. Tujuannya: Kalimenur. Tidak lain untuk hunting foto kereta api yang lewat di spot tersebut, ditemani teman yang tadi turun di Yogya. Mau tau kelanjutan ceritanya? Tetap stay tune di blog gue yang sederhana ini ya...

3 comments:

  1. solo merupakan salah satu kota yang asri dan menyenangkan untuk dikunjungi, sudah lama sekali saya gak pergi kesana, ingin kesana lagi kpn2

    ReplyDelete
  2. Kacau. Ngalah sama 95 dan 89. Memalukan. Tapi, itu 38-nya nggak ngalah sama 31, mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo yg silang sama 95 itu sebenernya 95 yg ngalah sama 38, tp si 38-nya juga ngalah sama 33...

      kalo waktu itu udh ngga ketemu 31 ya...

      Delete