Wednesday, March 13, 2013

Liburan ke Solo... (going back home)


Selamat siang... Setelah lama vakum dari dunia blog, kembali lagi dengan lanjutan cerita mengenai liburan ke Solo bulan Januari yang lalu. Rasanya kurang sreg kalo cerita ini ditinggal begitu saja tanpa bagian penutupnya...

So, cukup basa-basinya, mari kita langsung kepada inti cerita kali ini. Selamat menyimak!

Setelah puas menikmati liburan dengan kegiatan hunting foto seharian dari Kalimenur dan sampai balik ke Purwosari, tibalah waktunya untuk gue kembali ke kehidupan sehari-hari di Bandung. Pada malam ketika gue berada sendirian di kamar 837 yang tetap terasa dingin sekalipun suhu AC udah gue naikin sampai 30 derajat Celcius dengan kecepatan blower paling rendah, gue berencana bahwa gue bakal bangun jam 5 pagi dengan niat pergi sarapan jam 6-an, lalu langsung kabur ke Purwosari untuk sekedar memotret rangkaian KA Sancaka Pagi dari Yogyakarta, KA Argo Lawu tujuan Jakarta, dan KA Lodaya tujuan Bandung. Alarm di BB udah gue setel untuk berbunyi tepat pukul 5 pagi.

Tetapi, keesokan harinya, rencana mendadak berubah. Gue emang terbangun jam 5, tetapi bukannya beranjak dari tempat tidur, gue justru tetap membiarkan badan gue “terjebak” dalam “perangkap” selimut yang hangat. Gue kembali tertidur hingga pukul 8:45. Gawat, pikir gue. Itu berarti gue hanya punya waktu kurang dari 2 jam buat sarapan, mandi, membereskan barang bawaan, dan turun menemui petugas resepsionis untuk melakukan prosedur check-out. Itu berarti, gue nggak bisa santai-santai menikmati menu-menu makanan dan minuman yang disajikan secara cuma-cuma di restoran hotel. Soal mandi, bisa selesai dalam waktu kurang dari 15 menit. Membereskan barang bawaan, simple, tinggal jejelin semua pakaian kotor gue ke dalam kantung binatu yang masih terlipat rapi di sudut lemari pakaian. Langsung saja gue melompat dari kasur, merapikan pakaian dan rambut, lalu turun ke restoran yang berada di lantai dasar. Nggak lupa gue gantungkan tanda “don’t disturb” di gagang luar pintu kamar agar tidak ada petugas kebersihan yang masuk ke dalam kamar.

Tiba di restoran, seorang waitress menanyakan nomor kamar, dan ternyata pagi itu kamar nomor 837 mendapatkan jatah sarapan untuk dua orang. Well, sebenernya tidak ada hubungannya dengan jatah untuk berapa orang, secara seluruh menu disajikan secara prasmanan. Kecuali dibagikan per kotak atau piring, barulah gue akan bisa membuat iri pengunjung hotel yang mendapatkan sarapan gratis pagi itu. Waktu menunjukkan pukul 9, dan gue langsung mengisi piring gue dengan nasi goreng, telur dadar, beberapa potong daging sapi, dan beberapa potong sosis sapi. Simple saja. Untuk minuman, gue mengambil segelas air minum dan secangkir teh panas. Entah kenapa, secara otomatis tangan gue selalu mengambil kantung gula merah bila tersedia, dan bukan gula putih, untuk memaniskan teh panas yang gue ambil.

Langsung saja, selesai gue melahap makanan pagi itu, dan meneguk air minum dan teh manis panas, gue langsung kembali naik ke lantai 8, lalu mengambil pakaian bersih, dan pergi mandi. Setelah badan gue kembali terasa segar, gue berpakaian, dan langsung saja memasukkan kantung binatu putih berisi pakaian kotor gue ke dalam ransel gue satu-satunya. Ternyata, tepat jam 10, gue udah siap berangkat. Gue memilih untuk berbaring sesaat saja, menunggu jam 10:15, sambil menonton TV.

Tapi yang terjadi, gue lagi-lagi kebablasan, dan gue baru turun dari kasur tepat ketika acara yang sedang gue tonton berakhir pukul 10:30. Langsung saja gue rapikan kasur gue sebisa mungkin, lalu setelah memastikan semua barang bawaan gue tidak ada yang tertinggal, gue sambar ransel dan tas kamera gue, lalu pergi meninggalkan kamar 837. Oh ya, nggak lupa gue foto alat pencetak motif batik yang tersedia di dinding kamar gue, buat kenang-kenangan... :p


Turun ke lobby, seorang petugas resepsionis siap bertugas di balik meja pelayanan. Gue langsung sebutkan nomor kamar gue, dan seketika juga petugas tersebut mencetak lembaran bukti pembayaran, disertai sejumlah uang yang gue berikan saat kedatangan sebagai deposit. “Tanda tangan di sini, dan di sini”, kami saling berbalas senyum, dan gue langsung berjalan menuju pintu keluar. Di halaman, seorang petugas mengambil handy-talkienya, dan tidak berapa lama sebuah taksi muncul dari balik tikungan, siap mengantar gue menuju stasiun.

Tiba di stasiun, gue langsung mencari ruangan customer service, dan baru saja ketika gue menemukan ruangan di pojokan stasiun itu, temen gue tau-tau muncul entah dari mana sambil membawa sebuah amplop coklat berisikan kenang-kenangan yang dimaksud, menyerahkannya kepada gue, dan langsung mengajak gue masuk ke ruangan customer service.

Ketika sedang tidak ada pelanggan yang dilayani, temen gue meminjam komputer salah satu petugas dan membuka daftar manifest penumpang Kereta Api Argo Wilis. Di antara deretan nama-nama penumpang, gue bisa menemukan nama “Lengkey Solafide” tertera di layar, lengkap dengan nomor KTP dan kode booking, juga tujuan, nomor kereta, dan nomor tempat duduk gue. Gue terus memeriksa daftar manifest tersebut, dan sebuah keberuntungan mendapati bahwa kursi 4B di samping gue tetap kosong hingga kereta berhenti di Stasiun Bandung. Beli satu, gratis satu...


Menjelang pukul 11:13, terdengar pengumuman sebuah kereta akan segera tiba. Petugas mengumumkan lewat speaker bahwa itu adalah Kereta Api Sancaka dari Surabaya, yang terlambat 30 menit. Argo Wilis tujuan Bandung ikut terlambat 29 menit. Pukul 11:42 diumumkan bahwa kereta bernomor perjalanan 5 tersebut akan masuk jalur 1. Setelah berpamitan dengan petugas customer service, gue berpisah dengan temen gue di luar batas pengantar, di mana seorang petugas memeriksa tiket dan KTP gue. Setelah mendapati kedua nama yang ada cocok, petugas tersebut membubuhkan cap di pojokan tiket tanda tiket gue telah diperiksa.


Sebelum kedatangan KA Argo Wilis, KRDI AC Madiun Jaya dari Yogyakarta terlebih dahulu masuk jalur 3.


Siang itu, gue berharap lokomotif bernomor dua-nol-satu-cepe mendapat tugas menarik rangkaian kereta yang bakal gue tumpangi dalam perjalanan pulang. Tapi ternyata, yang muncul adalah kakak angkatannya sesama “idung kotak”: CC 201 17, masih mengenakan seragam lama dengan logo PT. KAI yang lama...


Kereta yang digunakan sebagai Eksekutif 3 pun berbeda dari yang gue harapkan. Bukan si K1 0 95 01 dengan kursi berwarna biru yang agak kembung sehingga tampak seperti balon, tetapi K1 0 98 04 dengan kursi berwarna merah yang tampak membosankan, karena serupa dengan kursi-kursi kereta Argo Parahyangan yang udah sering gue andalkan untuk perjalanan bolak-balik Bandung-Jakarta. Tetapi, seenggaknya, TV LCD yang ada di dalam kereta menghilangkan kebosanan gue akan nuansa kursi yang itu-itu lagi, karena dari layarnya gue bisa menikmati sajian film yang ditayangkan, hal yang gue nggak pernah dapetin lagi dari kereta eksekutif Bandung-Jakarta sejak tahun 2009.


Tetapi, berbeda dengan saat gue naik Turangga, kali ini film yang ditayangkan sesekali dipotong iklan. Tidak aneh kalo dalam perjalanan yang ternyata berlangsung selama 9 jam tersebut, gue hanya bisa menikmati 3 film secara full, dan film keempat hanya hingga pertengahan cerita.

Singkat cerita, kereta kembali diberangkatkan pukul 11:47. Di Purwosari, Argo Wilis menyusul KRDE Prameks tujuan Yogyakarta. Di daerah Gawok, kereta berjalan pelan karena adanya pengerjaan underpass, sebagaimana yang bisa diliat di foto-foto berikut ini...



Empat puluh menit berselang, kereta berjalan langsung melewati Stasiun Lempuyangan. Salah satu unit yang tersisa dari rangkaian KRD Kuda Putih, pendahulu Prambanan Ekspres, yang tersimpan di halaman Stasiun Lempuyangan, tidak lupa gue abadikan.


Kereta berhenti normal di Stasiun Tugu untuk menaik-turunkan penumpang sekaligus melakukan pergantian kru, yang terdiri dari masinis, asisten masinis, dan kondektur pemimpin. Sehingga, petugas yang memeriksa tiket penumpang yang naik dari Tugu berbeda dengan petugas yang memeriksa tiket gue setelah berangkat dari Balapan kurang lebih 1 jam sebelumnya.

Empat menit setelah keberangkatan dari Stasiun Tugu, kereta melewati Stasiun Patukan. Lewat jendela di sisi kanan kereta, gue bisa melihat sebuah replika gendruwo merah masih berada di samping bekas rumah dinas PT. KAI, sama seperti sehari sebelumnya. Tepat pukul 1 siang, kereta melewati Stasiun Sentolo, dan itu berarti tidak lama lagi kereta akan melewati jembatan sekaligus tikungan besar Kalimenur. Gue langsung berjalan ke bordes, dan begitu gue mengenali tempat yang pernah gue kunjungi sehari sebelumnya, gue langsung membuka pintu kereta, mengeluarkan sedikit badan gue, dan dengan satu tangan yang bebas gue tekan shutter button kamera gue, dan inilah sedikit pemandangan Kalimenur diambil dari bordes kereta. Gue masih bisa mengenali tanjakan yang ada di sisi kiri foto sebagai tempat gue memotret rangkaian Argo Lawu yang hari itu membawa kereta wisata “Nusantara”...


Kurang lebih satu jam perjalanan dari Yogyakarta, kereta hampir tiba di Kutoarjo, ketika di tengah jalan terlihat ada kereta dari arah berlawanan melesat ke arah timur. Karena keterlambatan kereta dari timur, maka kedua KA Argo Wilis yang biasanya bersilangan di Kutoarjo, kali itu bertemu di jalur ganda di antara Stasiun Jenar dan Stasiun Kutoarjo.
Lepas Kutoarjo, kereta berjalan tanpa henti hingga Kroya, “memaksa” setiap kereta yang akan disilang atau disusul untuk berhenti menunggu sang raja jalur selatan lewat. Sebut saja, KA Pasundan tujuan Surabaya disilang di Prembun. Argo Wilis kembali bertemu dengan KA Pasundan lainnya, kali ini dengan tujuan Kiaracondong, yang disusul di Wonosari. Di Kebumen, dua kereta dari Jakarta, Fajar Utama tujuan Yogyakarta dan Kutojaya Utara tujuan Kutoarjo, minggir untuk memberi jalan. Bahkan, kereta kelas satu seperti Argo Dwipangga harus mengalah di Karanganyar.

Di Gombong, KA Lodaya masih setia berhenti setelah sebelumnya (pasti) disusul Argo Dwipangga. Gajah Wong menjadi “korban” berikutnya, tertahan di jalur belok Stasiun Sumpiuh. Terakhir, rangkaian KA Sawunggalih Pagi tujuan Kutoarjo melakukan “penyambutan” di Stasiun Kroya, menunggu KA Argo Wilis masuk jalur 1, sebelum akhirnya diberangkatkan kembali.

Empat menit berhenti di Kroya, kereta kembali diberangkatkan. Kereta berjalan cukup kencang hingga memasuki Stasiun Jeruklegi, di mana kereta berjalan pelan entah karena apa. Sekilas, dari dalam kereta, terlihat ada unit inspeksi Plasser sedang berhenti di stasiun tersebut. Lepas Jeruklegi, di luar kereta tampak hujan kembali turun dengan derasnya hingga kereta berhenti luar biasa di Stasiun Kawunganten selama sekitar 3 menit. Di stasiun tersebut, kembali terlihat sebuah unit Plasser lainnya, “menggalau” sambil hujan-hujanan di jalur belok...


Selepas Kawunganten, perjalanan kereta terasa tidak secepat sebelumnya. Tampaknya lokomotif CC 201 17 kurang fit saat itu. Benar saja, setiba di Banjar, lokomotif bernomor CC 203 03 yang udah menunggu di jalur 2 langsung dipasangkan sebagai lokomotif penolong...


Saat-saat rangkaian menunggu pemasangan lokomotif penolong...



Beres pemasangan lokomotif penolong, kereta masih belum bisa diberangkatkan, dikarenakan masih harus menunggu bersilang dengan KA Serayu Pagi dari Jakarta. Untuk kali pertama (sejak dari Solo), KA Argo Wilis harus sabar menunggu kedatangan kereta dari arah berlawanan. Lepas Banjar, gue menyempatkan diri ke bordes sesaat untuk menyapa seorang teman railfan yang menunggu di perlintasan 426A dekat stasiun...

Kereta berjalan non-stop hingga tiba di Stasiun Cirahayu, yang dulu dikenal dengan nama Stasiun Trowek. Nama tersebut menyimpan dua moment yang menjadi bagian dari sejarah kelam perkeretaapian Indonesia. Pertama, sebuah kecelakaan kereta uap di daerah tersebut pada tahun 1959. Kemudian tahun 1995, gabungan rangkaian KA Galuh dan Kahuripan kembali mengalami kecelakaan mengenaskan di daerah tersebut akibat masalah pada sistem pengereman. Sejak kejadian tahun 1995 tersebut, seluruh kereta dari arah Bandung maupun Banjar diwajibkan berhenti di Stasiun Cipeundeuy. Tetapi, pemberhentian di Stasiun Cirahayu sepertinya tidak menjadi hal yang wajib untuk KA Argo Wilis dari Surabaya. Sore itu, hanya karena kereta mengalami keterlambatan, terpaksa harus berhenti luar biasa di stasiun tersebut, menunggu bersilang dengan KA Malabar dari Bandung selama 15 menit lebih...



Setelah persilangan tadi, kereta kembali berhenti di stasiun berikutnya, Stasiun Cipeundeuy. Seperti biasa, di stasiun ini diadakan pengecekan pada sistem rem, standar keamanan perjalanan pascakejadian tahun 1995 di Trowek. Sambil menunggu waktu pengecekan, gue sempatkan memotret interior kereta Eksekutif 3 yang kali itu tidak terisi penuh penumpang...


Berangkat dari Cipeundeuy, dari tiga persilangan yang akan terjadi, KA Argo Wilis hanya “memenangkan” satu persilangan saja: dengan KA Mutiara Selatan di Stasiun Warungbandrek. Sisanya, kereta harus minggir di Stasiun Nagreg dan Gedebage untuk bersilang dengan KA Turangga dan Lodaya Malam. Bahkan, persilangan yang terakhir itu sangat di luar jadwal, secara biasanya Argo Wilis tiba di Bandung sebelum keberangkatan Lodaya Malam.

Setelah perjalanan yang lebih lama dari seharusnya, KA Argo Wilis dari Surabaya akhirnya mendarat di jalur 4 Stasiun Bandung pada pukul 20:37, kurang dari 2 menit sebelum kedatangan KA Kahuripan dari Padalarang. Dari stasiun, gue langsung naik taksi pulang ke rumah, mengejar waktu sebelum gerbang kompleks rumah ditutup pukul 21:30. Tiba di rumah, gue langsung mengganti pakaian dan tertidur lelap. Akhirnya, bisa kembali berada di rumah...

Oh ya, sebagai tambahan, berikut laporan perjalanan Kereta Api Argo Wilis yang sempat gue susun, selengkap mungkin...

Laporan Perjalanan Kereta Api

Nama Kereta: ARGO WILIS
Nomor Kereta: 5
Waktu Keberangkatan: 11:47, 25-JAN-13
Stasiun Keberangkatan: SOLOBALAPAN (SLO)
Waktu Kedatangan: 20:37, 25-JAN-13
Stasiun Kedatangan: BANDUNG (BD)
Durasi Perjalanan: 8 jam 50 menit

Formasi Rangkaian: CC 201 17 - 3 K1 - M1 0 98 02 - 3 K1 - P
Dipo Induk Lokomotif: Sidotopo (SDT)
Dipo Induk Rangkaian: Bandung (BD)

*penambahan lokpen: CC 203 03 - Dipo Induk Bandung (BD)

// 11:47 SOLOBALAPAN (SLO)
LS. 11:50 Purwosari (PWS)
LS. 11:58 Gawok (GW)
LS. 12:02 Delanggu (DL)
LS. 12:06 Ceper (CE)
LS. 12:13 Klaten (KT)
LS. 12:19 Srowot (SWT)
LS. 12:23 Brambanan (BBN)
LS. 12:29 Maguwo (MGW)
LS. 12:36 Lempuyangan (LPN)
12:39-12:45 Yogyakarta (YK)
LS. 12:49 Patukan (PTN)
LS. 12:53 Rewulu (RWL)
LS. 13:00 Sentolo (STL)
LS. 13:06 Wates (WT)
LS. 13:16 Wojo (WJ)
LS. 13:21 Jenar (JN)
LS. 13:25 km ** JN, papasan KA 6 Argo Wilis BD-SGU

(DAOP VI YK | DAOP V PWT)

13:32-13:36 Kutoarjo (KTA)
LS. 13:42 Butuh (BTH)
LS. 13:46 Prembun (PRB), X KA 122 Pasundan KAC-SGU
LS. 13:50 Kutowinangun (KWN)
LS. 13:55 Wonosari (WNS), || KA 121 Pasundan SGU-KAC
LS. 14:00 Kebumen (KM), X KA 100 Fajar Utama PSE-YK + KA 134 Kutojaya Utara TPK-KTA
LS. 14:05 Soka (SOA)
LS. 14:07 Sruweng (SRW)
LS. 14:10 Karanganyar (KA), X KA 10 Argo Dwipangga GMR-SLO
LS. 14:15 Gombong (GB), X KA 74 Lodaya Pagi BD-SLO
LS. 14:20 Ijo (IJ)
LS. 14:23 Tambak (TBK)
LS. 14:27 Sumpiuh (SPH), X KA 7016 Gajah Wong PSE-LPN
LS. 14:30 Kemranjen (KJ)
14:39-14:43 Kroya (KYA), X KA 104 Sawunggalih Pagi PSE-KTA
LS. 14:50 Sikampuh (SKP)
LS. 14:56 Maos (MA)
LS. 15:03 Lebeng (LBG)
LS. 15:11 Jeruklegi (JRL), ada Plasser
15:25-15:28 Kawunganten (KWG)
LS. 15:38 Gandrungmangun (GDM)
LS. 15:44 Sidareja (SDR)
LS. 15:52 Cipari (CPI)
LS. 15:59 Meluwung (MLW)
LS. 16:05 Langen (LN)

(DAOP V PWT | DAOP II BD)

16:16-16:31 Banjar, tambah lokpen CC 203 03 + X KA 142 Serayu Pagi JAKK-KYA
LS. 16:39 Karangpucung (KNP)
LS. 16:47 Bojong (BJG)
LS. 16:56 Ciamis (CI)
LS. 17:08 Manonjaya (MNJ)
LS. 17:15 Awipari (AWP)
17:18-17:28 Tasikmalaya (TSM)
LS. 17:33 Indihiang (IH)
LS. 17:41 Rajapolah (RJP)
LS. 17:46 Ciawi (CAW)
17:57-18:14 Cirahayu (CRA), X KA 90 Malabar BD-ML
18:27-18:37 Cipeundeuy (CPD)
LS. 18:47 Bumiwaluya (BMW)
LS. 18:58 Warungbandrek (WB), X KA 96 Mutiara Selatan BD-SGU
19:07-19:09 Cibatu (CB)
LS. 19:17 Leuwigoong
LS. 19:24 Leles (LL)
LS. 19:33 Lebakjero (LBJ)
19:42-19:47 Nagreg (NG), X KA 38 Turangga BD-SGU
LS. 20:00 Cicalengka (CCL)
LS. 20:04 Haurpugur (HRP)
LS. 20:08 Rancaekek (RCK)
LS. 20:14 Cimekar (CMK)
20:19-20:22 Gedebage (GDB), X KA 76 Lodaya Malam BD-SLO
LS. 20:28 Kiaracondong (KAC)
LS. 20:31 Cikudapateuh (CTH)
20:37 \\ BANDUNG (BD), papasan KA 124 Kahuripan PDL-KD

Oke, sekian cerita dari gue mengenai perjalanan pulang dari liburan di Solo, terima kasih buat para pengunjung yang udah membaca isi blog ini...

No comments:

Post a Comment