Selamat siang... Setelah
lama vakum dari dunia blog, kembali lagi dengan lanjutan cerita mengenai
liburan ke Solo bulan Januari yang lalu. Rasanya kurang sreg kalo cerita ini
ditinggal begitu saja tanpa bagian penutupnya...
So, cukup basa-basinya,
mari kita langsung kepada inti cerita kali ini. Selamat menyimak!
Setelah puas menikmati
liburan dengan kegiatan hunting foto seharian dari Kalimenur dan sampai balik
ke Purwosari, tibalah waktunya untuk gue kembali ke kehidupan sehari-hari di
Bandung. Pada malam ketika gue berada sendirian di kamar 837 yang tetap terasa
dingin sekalipun suhu AC udah gue naikin sampai 30 derajat Celcius dengan
kecepatan blower paling rendah, gue berencana bahwa gue bakal bangun jam 5 pagi
dengan niat pergi sarapan jam 6-an, lalu langsung kabur ke Purwosari untuk
sekedar memotret rangkaian KA Sancaka Pagi dari Yogyakarta, KA Argo Lawu tujuan
Jakarta, dan KA Lodaya tujuan Bandung. Alarm di BB udah gue setel untuk
berbunyi tepat pukul 5 pagi.
Tetapi, keesokan
harinya, rencana mendadak berubah. Gue emang terbangun jam 5, tetapi bukannya beranjak
dari tempat tidur, gue justru tetap membiarkan badan gue “terjebak” dalam
“perangkap” selimut yang hangat. Gue kembali tertidur hingga pukul 8:45. Gawat,
pikir gue. Itu berarti gue hanya punya waktu kurang dari 2 jam buat sarapan,
mandi, membereskan barang bawaan, dan turun menemui petugas resepsionis untuk
melakukan prosedur check-out. Itu berarti, gue nggak bisa santai-santai
menikmati menu-menu makanan dan minuman yang disajikan secara cuma-cuma di
restoran hotel. Soal mandi, bisa selesai dalam waktu kurang dari 15 menit.
Membereskan barang bawaan, simple, tinggal jejelin semua pakaian kotor gue ke
dalam kantung binatu yang masih terlipat rapi di sudut lemari pakaian. Langsung
saja gue melompat dari kasur, merapikan pakaian dan rambut, lalu turun ke
restoran yang berada di lantai dasar. Nggak lupa gue gantungkan tanda “don’t
disturb” di gagang luar pintu kamar agar tidak ada petugas kebersihan yang
masuk ke dalam kamar.
Tiba di restoran,
seorang waitress menanyakan nomor kamar, dan ternyata pagi itu kamar nomor 837
mendapatkan jatah sarapan untuk dua orang. Well, sebenernya tidak ada
hubungannya dengan jatah untuk berapa orang, secara seluruh menu disajikan
secara prasmanan. Kecuali dibagikan per kotak atau piring, barulah gue akan
bisa membuat iri pengunjung hotel yang mendapatkan sarapan gratis pagi itu.
Waktu menunjukkan pukul 9, dan gue langsung mengisi piring gue dengan nasi
goreng, telur dadar, beberapa potong daging sapi, dan beberapa potong sosis
sapi. Simple saja. Untuk minuman, gue mengambil segelas air minum dan secangkir
teh panas. Entah kenapa, secara otomatis tangan gue selalu mengambil kantung
gula merah bila tersedia, dan bukan gula putih, untuk memaniskan teh panas yang
gue ambil.
Langsung saja, selesai
gue melahap makanan pagi itu, dan meneguk air minum dan teh manis panas, gue
langsung kembali naik ke lantai 8, lalu mengambil pakaian bersih, dan pergi
mandi. Setelah badan gue kembali terasa segar, gue berpakaian, dan langsung
saja memasukkan kantung binatu putih berisi pakaian kotor gue ke dalam ransel
gue satu-satunya. Ternyata, tepat jam 10, gue udah siap berangkat. Gue memilih
untuk berbaring sesaat saja, menunggu jam 10:15, sambil menonton TV.
Tapi yang terjadi, gue
lagi-lagi kebablasan, dan gue baru turun dari kasur tepat ketika acara yang
sedang gue tonton berakhir pukul 10:30. Langsung saja gue rapikan kasur gue
sebisa mungkin, lalu setelah memastikan semua barang bawaan gue tidak ada yang
tertinggal, gue sambar ransel dan tas kamera gue, lalu pergi meninggalkan kamar
837. Oh ya, nggak lupa gue foto alat pencetak motif batik yang tersedia di
dinding kamar gue, buat kenang-kenangan... :p
Turun ke lobby, seorang
petugas resepsionis siap bertugas di balik meja pelayanan. Gue langsung
sebutkan nomor kamar gue, dan seketika juga petugas tersebut mencetak lembaran
bukti pembayaran, disertai sejumlah uang yang gue berikan saat kedatangan
sebagai deposit. “Tanda tangan di sini, dan di sini”, kami saling berbalas
senyum, dan gue langsung berjalan menuju pintu keluar. Di halaman, seorang
petugas mengambil handy-talkienya, dan tidak berapa lama sebuah taksi muncul
dari balik tikungan, siap mengantar gue menuju stasiun.
Tiba di stasiun, gue
langsung mencari ruangan customer service, dan baru saja ketika gue menemukan
ruangan di pojokan stasiun itu, temen gue tau-tau muncul entah dari mana sambil
membawa sebuah amplop coklat berisikan kenang-kenangan yang dimaksud,
menyerahkannya kepada gue, dan langsung mengajak gue masuk ke ruangan customer
service.
Ketika sedang tidak ada
pelanggan yang dilayani, temen gue meminjam komputer salah satu petugas dan
membuka daftar manifest penumpang Kereta Api Argo Wilis. Di antara deretan
nama-nama penumpang, gue bisa menemukan nama “Lengkey Solafide” tertera di
layar, lengkap dengan nomor KTP dan kode booking, juga tujuan, nomor kereta,
dan nomor tempat duduk gue. Gue terus memeriksa daftar manifest tersebut, dan
sebuah keberuntungan mendapati bahwa kursi 4B di samping gue tetap kosong
hingga kereta berhenti di Stasiun Bandung. Beli satu, gratis satu...
Menjelang pukul 11:13, terdengar pengumuman sebuah kereta akan segera tiba. Petugas mengumumkan lewat speaker bahwa itu adalah Kereta Api Sancaka dari Surabaya, yang terlambat 30 menit. Argo Wilis tujuan Bandung ikut terlambat 29 menit. Pukul 11:42 diumumkan bahwa kereta bernomor perjalanan 5 tersebut akan masuk jalur 1. Setelah berpamitan dengan petugas customer service, gue berpisah dengan temen gue di luar batas pengantar, di mana seorang petugas memeriksa tiket dan KTP gue. Setelah mendapati kedua nama yang ada cocok, petugas tersebut membubuhkan cap di pojokan tiket tanda tiket gue telah diperiksa.
Sebelum kedatangan KA
Argo Wilis, KRDI AC Madiun Jaya dari Yogyakarta terlebih dahulu masuk jalur 3.
Siang itu, gue berharap
lokomotif bernomor dua-nol-satu-cepe mendapat tugas menarik rangkaian kereta
yang bakal gue tumpangi dalam perjalanan pulang. Tapi ternyata, yang muncul
adalah kakak angkatannya sesama “idung kotak”: CC 201 17, masih mengenakan
seragam lama dengan logo PT. KAI yang lama...
Kereta yang digunakan
sebagai Eksekutif 3 pun berbeda dari yang gue harapkan. Bukan si K1 0 95 01
dengan kursi berwarna biru yang agak kembung sehingga tampak seperti balon,
tetapi K1 0 98 04 dengan kursi berwarna merah yang tampak membosankan, karena
serupa dengan kursi-kursi kereta Argo Parahyangan yang udah sering gue andalkan
untuk perjalanan bolak-balik Bandung-Jakarta. Tetapi, seenggaknya, TV LCD yang
ada di dalam kereta menghilangkan kebosanan gue akan nuansa kursi yang itu-itu
lagi, karena dari layarnya gue bisa menikmati sajian film yang ditayangkan, hal
yang gue nggak pernah dapetin lagi dari kereta eksekutif Bandung-Jakarta sejak
tahun 2009.
Tetapi, berbeda dengan saat
gue naik Turangga, kali ini film yang ditayangkan sesekali dipotong iklan.
Tidak aneh kalo dalam perjalanan yang ternyata berlangsung selama 9 jam
tersebut, gue hanya bisa menikmati 3 film secara full, dan film keempat hanya
hingga pertengahan cerita.
Singkat cerita, kereta
kembali diberangkatkan pukul 11:47. Di Purwosari, Argo Wilis menyusul KRDE
Prameks tujuan Yogyakarta. Di daerah Gawok, kereta berjalan pelan karena adanya
pengerjaan underpass, sebagaimana yang bisa diliat di foto-foto berikut ini...
Empat puluh menit
berselang, kereta berjalan langsung melewati Stasiun Lempuyangan. Salah satu
unit yang tersisa dari rangkaian KRD Kuda Putih, pendahulu Prambanan Ekspres,
yang tersimpan di halaman Stasiun Lempuyangan, tidak lupa gue abadikan.
Kereta
berhenti normal di Stasiun Tugu untuk menaik-turunkan penumpang sekaligus
melakukan pergantian kru, yang terdiri dari masinis, asisten masinis, dan
kondektur pemimpin. Sehingga, petugas yang memeriksa tiket penumpang yang naik
dari Tugu berbeda dengan petugas yang memeriksa tiket gue setelah berangkat
dari Balapan kurang lebih 1 jam sebelumnya.
Empat menit setelah
keberangkatan dari Stasiun Tugu, kereta melewati Stasiun Patukan. Lewat jendela
di sisi kanan kereta, gue bisa melihat sebuah replika gendruwo merah masih
berada di samping bekas rumah dinas PT. KAI, sama seperti sehari sebelumnya.
Tepat pukul 1 siang, kereta melewati Stasiun Sentolo, dan itu berarti tidak
lama lagi kereta akan melewati jembatan sekaligus tikungan besar Kalimenur. Gue
langsung berjalan ke bordes, dan begitu gue mengenali tempat yang pernah gue
kunjungi sehari sebelumnya, gue langsung membuka pintu kereta, mengeluarkan
sedikit badan gue, dan dengan satu tangan yang bebas gue tekan shutter button
kamera gue, dan inilah sedikit pemandangan Kalimenur diambil dari bordes
kereta. Gue masih bisa mengenali tanjakan yang ada di sisi kiri foto sebagai tempat
gue memotret rangkaian Argo Lawu yang hari itu membawa kereta wisata
“Nusantara”...
Kurang lebih satu jam
perjalanan dari Yogyakarta, kereta hampir tiba di Kutoarjo, ketika di tengah
jalan terlihat ada kereta dari arah berlawanan melesat ke arah timur. Karena
keterlambatan kereta dari timur, maka kedua KA Argo Wilis yang biasanya
bersilangan di Kutoarjo, kali itu bertemu di jalur ganda di antara Stasiun
Jenar dan Stasiun Kutoarjo.
Lepas Kutoarjo, kereta
berjalan tanpa henti hingga Kroya, “memaksa” setiap kereta yang akan disilang
atau disusul untuk berhenti menunggu sang raja jalur selatan lewat. Sebut saja,
KA Pasundan tujuan Surabaya disilang di Prembun. Argo Wilis kembali bertemu
dengan KA Pasundan lainnya, kali ini dengan tujuan Kiaracondong, yang disusul
di Wonosari. Di Kebumen, dua kereta dari Jakarta, Fajar Utama tujuan Yogyakarta
dan Kutojaya Utara tujuan Kutoarjo, minggir untuk memberi jalan. Bahkan, kereta
kelas satu seperti Argo Dwipangga harus mengalah di Karanganyar.
Di Gombong, KA Lodaya
masih setia berhenti setelah sebelumnya (pasti) disusul Argo Dwipangga. Gajah
Wong menjadi “korban” berikutnya, tertahan di jalur belok Stasiun Sumpiuh.
Terakhir, rangkaian KA Sawunggalih Pagi tujuan Kutoarjo melakukan “penyambutan”
di Stasiun Kroya, menunggu KA Argo Wilis masuk jalur 1, sebelum akhirnya
diberangkatkan kembali.
Empat menit berhenti di
Kroya, kereta kembali diberangkatkan. Kereta berjalan cukup kencang hingga
memasuki Stasiun Jeruklegi, di mana kereta berjalan pelan entah karena apa. Sekilas,
dari dalam kereta, terlihat ada unit inspeksi Plasser sedang berhenti di
stasiun tersebut. Lepas Jeruklegi, di luar kereta tampak hujan kembali turun
dengan derasnya hingga kereta berhenti luar biasa di Stasiun Kawunganten selama
sekitar 3 menit. Di stasiun tersebut, kembali terlihat sebuah unit Plasser
lainnya, “menggalau” sambil hujan-hujanan di jalur belok...
Selepas Kawunganten,
perjalanan kereta terasa tidak secepat sebelumnya. Tampaknya lokomotif CC 201
17 kurang fit saat itu. Benar saja, setiba di Banjar, lokomotif bernomor CC 203
03 yang udah menunggu di jalur 2 langsung dipasangkan sebagai lokomotif
penolong...
Saat-saat rangkaian
menunggu pemasangan lokomotif penolong...
Beres pemasangan
lokomotif penolong, kereta masih belum bisa diberangkatkan, dikarenakan masih
harus menunggu bersilang dengan KA Serayu Pagi dari Jakarta. Untuk kali pertama
(sejak dari Solo), KA Argo Wilis harus sabar menunggu kedatangan kereta dari
arah berlawanan. Lepas Banjar, gue menyempatkan diri ke bordes sesaat untuk
menyapa seorang teman railfan yang menunggu di perlintasan 426A dekat
stasiun...
Kereta berjalan non-stop
hingga tiba di Stasiun Cirahayu, yang dulu dikenal dengan nama Stasiun Trowek.
Nama tersebut menyimpan dua moment yang menjadi bagian dari sejarah kelam
perkeretaapian Indonesia. Pertama, sebuah kecelakaan kereta uap di daerah
tersebut pada tahun 1959. Kemudian tahun 1995, gabungan rangkaian KA Galuh dan
Kahuripan kembali mengalami kecelakaan mengenaskan di daerah tersebut akibat
masalah pada sistem pengereman. Sejak kejadian tahun 1995 tersebut, seluruh
kereta dari arah Bandung maupun Banjar diwajibkan berhenti di Stasiun
Cipeundeuy. Tetapi, pemberhentian di Stasiun Cirahayu sepertinya tidak menjadi
hal yang wajib untuk KA Argo Wilis dari Surabaya. Sore itu, hanya karena kereta
mengalami keterlambatan, terpaksa harus berhenti luar biasa di stasiun
tersebut, menunggu bersilang dengan KA Malabar dari Bandung selama 15 menit
lebih...
Setelah persilangan
tadi, kereta kembali berhenti di stasiun berikutnya, Stasiun Cipeundeuy.
Seperti biasa, di stasiun ini diadakan pengecekan pada sistem rem, standar
keamanan perjalanan pascakejadian tahun 1995 di Trowek. Sambil menunggu waktu
pengecekan, gue sempatkan memotret interior kereta Eksekutif 3 yang kali itu
tidak terisi penuh penumpang...
Berangkat dari
Cipeundeuy, dari tiga persilangan yang akan terjadi, KA Argo Wilis hanya
“memenangkan” satu persilangan saja: dengan KA Mutiara Selatan di Stasiun
Warungbandrek. Sisanya, kereta harus minggir di Stasiun Nagreg dan Gedebage
untuk bersilang dengan KA Turangga dan Lodaya Malam. Bahkan, persilangan yang
terakhir itu sangat di luar jadwal, secara biasanya Argo Wilis tiba di Bandung
sebelum keberangkatan Lodaya Malam.
Setelah perjalanan yang
lebih lama dari seharusnya, KA Argo Wilis dari Surabaya akhirnya mendarat di
jalur 4 Stasiun Bandung pada pukul 20:37, kurang dari 2 menit sebelum
kedatangan KA Kahuripan dari Padalarang. Dari stasiun, gue langsung naik taksi
pulang ke rumah, mengejar waktu sebelum gerbang kompleks rumah ditutup pukul
21:30. Tiba di rumah, gue langsung mengganti pakaian dan tertidur lelap.
Akhirnya, bisa kembali berada di rumah...
Oh ya, sebagai tambahan, berikut laporan perjalanan Kereta Api Argo Wilis yang sempat gue susun, selengkap mungkin...
Laporan Perjalanan
Kereta Api
Nama Kereta: ARGO WILIS
Nomor Kereta: 5
Waktu Keberangkatan:
11:47, 25-JAN-13
Stasiun Keberangkatan:
SOLOBALAPAN (SLO)
Waktu Kedatangan: 20:37,
25-JAN-13
Stasiun Kedatangan:
BANDUNG (BD)
Durasi Perjalanan: 8 jam
50 menit
Formasi Rangkaian: CC
201 17 - 3 K1 - M1 0 98 02 - 3 K1 - P
Dipo Induk Lokomotif:
Sidotopo (SDT)
Dipo Induk Rangkaian:
Bandung (BD)
*penambahan lokpen: CC
203 03 - Dipo Induk Bandung (BD)
// 11:47 SOLOBALAPAN
(SLO)
LS. 11:50 Purwosari
(PWS)
LS. 11:58 Gawok (GW)
LS. 12:02 Delanggu (DL)
LS. 12:06 Ceper (CE)
LS. 12:13 Klaten (KT)
LS. 12:19 Srowot (SWT)
LS. 12:23 Brambanan
(BBN)
LS. 12:29 Maguwo (MGW)
LS. 12:36 Lempuyangan
(LPN)
12:39-12:45 Yogyakarta
(YK)
LS. 12:49 Patukan (PTN)
LS. 12:53 Rewulu (RWL)
LS. 13:00 Sentolo (STL)
LS. 13:06 Wates (WT)
LS. 13:16 Wojo (WJ)
LS. 13:21 Jenar (JN)
LS. 13:25 km ** JN,
papasan KA 6 Argo Wilis BD-SGU
(DAOP VI YK | DAOP V
PWT)
13:32-13:36 Kutoarjo
(KTA)
LS. 13:42 Butuh (BTH)
LS. 13:46 Prembun (PRB),
X KA 122 Pasundan KAC-SGU
LS. 13:50 Kutowinangun
(KWN)
LS. 13:55 Wonosari
(WNS), || KA 121 Pasundan SGU-KAC
LS. 14:00 Kebumen (KM),
X KA 100 Fajar Utama PSE-YK + KA 134 Kutojaya Utara TPK-KTA
LS. 14:05 Soka (SOA)
LS. 14:07 Sruweng (SRW)
LS. 14:10 Karanganyar
(KA), X KA 10 Argo Dwipangga GMR-SLO
LS. 14:15 Gombong (GB),
X KA 74 Lodaya Pagi BD-SLO
LS. 14:20 Ijo (IJ)
LS. 14:23 Tambak (TBK)
LS. 14:27 Sumpiuh (SPH),
X KA 7016 Gajah Wong PSE-LPN
LS. 14:30 Kemranjen (KJ)
14:39-14:43 Kroya (KYA),
X KA 104 Sawunggalih Pagi PSE-KTA
LS. 14:50 Sikampuh (SKP)
LS. 14:56 Maos (MA)
LS. 15:03 Lebeng (LBG)
LS. 15:11 Jeruklegi
(JRL), ada Plasser
15:25-15:28 Kawunganten
(KWG)
LS. 15:38 Gandrungmangun
(GDM)
LS. 15:44 Sidareja (SDR)
LS. 15:52 Cipari (CPI)
LS. 15:59 Meluwung (MLW)
LS. 16:05 Langen (LN)
(DAOP V PWT | DAOP II
BD)
16:16-16:31 Banjar,
tambah lokpen CC 203 03 + X KA 142 Serayu Pagi JAKK-KYA
LS. 16:39 Karangpucung
(KNP)
LS. 16:47 Bojong (BJG)
LS. 16:56 Ciamis (CI)
LS. 17:08 Manonjaya
(MNJ)
LS. 17:15 Awipari (AWP)
17:18-17:28 Tasikmalaya
(TSM)
LS. 17:33 Indihiang (IH)
LS. 17:41 Rajapolah
(RJP)
LS. 17:46 Ciawi (CAW)
17:57-18:14 Cirahayu
(CRA), X KA 90 Malabar BD-ML
18:27-18:37 Cipeundeuy
(CPD)
LS. 18:47 Bumiwaluya
(BMW)
LS. 18:58 Warungbandrek
(WB), X KA 96 Mutiara Selatan BD-SGU
19:07-19:09 Cibatu (CB)
LS. 19:17 Leuwigoong
LS. 19:24 Leles (LL)
LS. 19:33 Lebakjero
(LBJ)
19:42-19:47 Nagreg (NG),
X KA 38 Turangga BD-SGU
LS. 20:00 Cicalengka
(CCL)
LS. 20:04 Haurpugur
(HRP)
LS. 20:08 Rancaekek
(RCK)
LS. 20:14 Cimekar (CMK)
20:19-20:22 Gedebage
(GDB), X KA 76 Lodaya Malam BD-SLO
LS. 20:28 Kiaracondong
(KAC)
LS. 20:31 Cikudapateuh
(CTH)
20:37 \\ BANDUNG (BD),
papasan KA 124 Kahuripan PDL-KD
Oke, sekian cerita dari
gue mengenai perjalanan pulang dari liburan di Solo, terima kasih buat para
pengunjung yang udah membaca isi blog ini...
No comments:
Post a Comment