Monday, May 12, 2014

Ketika Seorang Railfan Naik Pesawat (Part 1)


Sebelum memulai postingan ini, gue minta maaf kalo isinya diluar topik yang biasa dibahas di blog ini. Tapi, sesuai judulnya, gue mau sharing sedikit pengalaman gue ketika melakukan perjalanan dengan cara “mengkhianati” (kedengeran lebay ya...) moda transportasi yang biasa gue andalkan...

Semuanya bermula dari undangan perkawinan (atau pernikahan ya? Tapi kalo menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutnya UU Perkawinan...) dua anggota paduan suara pemuda di gereja tempat gue beribadah. Tapi, pasangan ini udah pindah ke Balikpapan, dan mereka akan melangsungkan acara di sana. Tidak lupa mereka mengundang kami, para anggota paduan suara.

Begitu pelatih menceritakan rencana ini, semua orang terlihat antusias. Ya iyalah, siapa yang enggak mau ikut ke acara perkawinan teman mereka, terlebih lagi, acaranya dibikin di luar pulau. Itung-itung kan sama dengan liburan. Hanya saja, begitu diumumkan tanggal keberangkatan, sayangnya tidak semua anggota bisa berangkat. Tersisa 16 orang yang tetap berangkat, termasuk gue.

Dua minggu sebelum berangkat, diumumkan bahwa untuk keberangkatan ke Balikpapan, rombongan akan dibagi dalam tiga penerbangan pagi dari Jakarta: empat orang di penerbangan Citilink, dan masing-masing tujuh orang di dua penerbangan Lion Air. Begitu mendengar pengumuman itu, gue berharap bisa mendapatkan satu dari empat tiket di penerbangan Citilink. Alasan? Pertama, penerbangan itu adalah yang pertama lepas landas dari Jakarta, otomatis penerbangan itu juga yang pertama mendarat di Balikpapan: lebih banyak waktu menikmati bangunan Bandara Internasional Sepinggan yang baru tentunya. Kedua, untuk penerbangan pulang kami dipastikan akan berada dalam satu pesawat Lion Air yang sama, andaikan gue berangkat dengan Citilink, berarti gue bisa melakukan perbandingan pelayanan di antara kedua maskapai tersebut. Ketiga, jenis pesawatnya berbeda: Citilink dengan Airbus 320-200, dan Lion dengan Boeing 737-900ER...

Seminggu sebelum berangkat, diumumkan kembali bahwa tim yang mengurusi tiket pesawat ternyata berhasil mendapatkan tiket keberangkatan untuk penerbangan yang sama, dan ternyata seluruh anggota dikumpulkan di penerbangan Citilink keberangkatan pukul 04:55 dari Soekarno-Hatta. Hore, berarti rencana gue mencoba pelayanan dua maskapai yang berbeda itu bakal berhasil!

Tanpa perlu memperpanjang cerita, tibalah waktu untuk keberangkatan. Berhubung kami berada di Bandung, maka sebelumnya kami harus menempuh perjalanan darat menuju Ibu Kota. Dari awal sampai akhir perjalanan ini, gue bener-bener “mengkhianati” moda transportasi andalan gue: kereta api. Sesuai pengalaman beberapa teman gue yang “biasa” naik pesawat, semua jenis angkutan dari Bandung ke Cengkareng mengharuskan penumpangnya untuk naik travel/bus dengan jadwal keberangkatan paling lambat 5 jam sebelum penerbangannya lepas landas. Berhubung pesawat yang akan kami tumpangi berangkat Sabtu pagi pukul 04:55 WIB, akhirnya kami sepakat untuk naik bus Primajasa dari Batununggal keberangkatan Jumat malam pukul 23:30 WIB.

Paruh pertama perjalanan dari Batununggal sampai sekitar Gerbang Tol Jatiluhur di KM 84, gue sama sekali enggak bisa tidur. Baru sekitar pukul 00:30 gue berhasil tertidur, itupun tidak untuk waktu yang lama. Begitu bus melewati Cawang, gue kembali terbangun. Suasana waktu itu sama sekali berbeda dengan terakhir kali gue melewati daerah yang sama: jalanan, baik di dalam maupun di luar tol, terlihat begitu lengang. Ya iyalah, malam itu gue lewatnya jam 1, masak iya bakal seramai jam 1 siang... Sang supir terus memacu bus yang kami tumpangi melewati Patung Dirgantara, Jembatan Semanggi, Gedung MPR/DPR, Mal Taman Anggrek, terus sampai dengan simpang susun Grogol, ketika bus meninggalkan ruas tol dalam kota Jakarta dan memasuki ruas tol Sedyatmo. Tepat pukul 01:40, akhirnya bus tiba di lingkungan Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno-Hatta. Satu per satu penumpang diturunkan di Terminal 1A dan 1B, sebelum akhirnya setengah dari isi bus turun di Terminal 1C. Gue menjadi orang pertama yang turun di Terminal 1C, untuk bisa mengambil foto ini sebelum bus kembali melanjutkan perjalanan menuju Terminal 2 dan 3...

Bus Primajasa Batununggal Indah - Soekarno-Hatta Airport (nomor bus J.0521) @ Terminal 1C CGK...

Setelah sekian lama tidak menginjakkan kedua kaki di tempat itu, akhirnya di tengah kesunyian malam, gue kembali terdampar di salah satu bandar udara tersibuk di Indonesia. Hanya saja, terakhir gue berada di tempat ini, gue diturunkan di Terminal 2D. Kali ini, berhubung tidak ada kepentingan untuk terbang ke luar negeri dan/atau menggunakan pesawat milik Garuda, gue pun terdampar di Terminal 1C...

Narsis dulu... :p

Suhu saat itu berada pada angka 73 derajat Celcius di bawah titik didih air. Untunglah tidak terlalu dingin, tetapi juga tidak terlalu panas...

 
Weather report @ CGK, provided by Instaweather...

Satu jam menunggu di luar, akhirnya petugas bandara mempersilakan kami masuk ke dalam ruang pemeriksaan bagasi dan juga ruang check-in counter. Begitu selesai check-in, kami dibagikan tiket/boarding pass masing-masing. Ternyata tiket/boarding pass Citilink terlihat cukup sederhana, berbeda dengan tiket pesawat yang pernah gue miliki dalam kesempatan-kesempatan sebelumnya, sekian tahun yang lalu...

Boarding pass untuk Penerbangan QG 9631 CGK-BPN...

Melewati tempat pemeriksaan kedua, akhirnya kami tiba di Gerbang C1. Di luar ruang tunggu, telah tersedia sebuah pesawat Airbus 320-200 bernuansa putih-hijau, dengan model sayap yang lama, tanpa sharklet. Awalnya gue berharap bisa mendapatkan pesawat dengan model sayap yang baru itu, tetapi ternyata yang tampak di luar berbeda dengan harapan gue. Ya sudahlah, yang penting pesawatnya bisa lepas landas dan mendarat dengan selamat...

Salah satu A320-nya QG, antara PK-GLC atau GLG (CMIIW)...

Mendekati pukul 04:25, para penumpang penerbangan QG (CTV) 9631 tujuan Balikpapan diminta untuk segera boarding. Tapi bukannya menuju pesawat yang terparkir di depan ruang C1, kami malah diarahkan menuju Gerbang C6 yang terletak cukup jauh dari tempat kami menunggu. Ada apa gerangan sampai seluruh penumpang dialihkan cukup jauh seperti itu? Pesawat yang terparkir di C6 juga masih menggunakan model sayap yang lama, tanpa sharklet...

Begitu duduk di dalam pesawat, gue merasa ketakutan, yang pasti karena udah lama gue enggak melakukan penerbangan. Padahal, dalam penerbangan terakhir gue sekitar hampir 6 tahun yang lalu, gue menghabiskan waktu 17 jam di dalam 3 jenis pesawat yang berbeda: Boeing 737-700 milik maskapai Tarom (penerbangan Bucharest-Istanbul), Airbus 321-200 milik maskapai Qatar Airways (penerbangan Istanbul-Doha), dan Airbus 330-300 milik maskapai Qatar Airways (penerbangan Doha-Jakarta). Tiga kali lepas landas dan tiga kali mendarat, saat-saat itu gue bisa lalui tanpa merasa takut sama sekali. Tapi entah kenapa, pagi itu, gue merasa ketakutan, padahal hanya akan menempuh penerbangan selama sekitar 2 jam saja.

Begitu pesawat mulai didorong meninggalkan Gerbang C6, gue berdoa agar penerbangan menuju Balikpapan berjalan dengan lancar. Untuk beberapa waktu gue bisa kembali merasa tenang, sambil memerhatikan peragaan keselamatan dan cara evakuasi oleh para pramugari yang melayani penerbangan saat itu. Setelah peragaan itu, gue masih sempat melihat sebuah pesawat jenis Boeing 737 yang tampak begitu kecilnya di sebelah pesawat bertingkat jenis Boeing 747...

Namun, begitu pilot memacu pesawat di runway 25L, rasa takut kembali menyelimuti gue. Gue hanya bisa berpegangan erat sambil memejamkan kedua mata gue, berharap pesawat ini bisa terangkat ke udara. Entah kenapa rasanya begitu berbeda dengan saat gue melakukan penerbangan puluhan ribu kilometer 6 tahun yang lalu. Padahal, seingat gue, prosesi take-off dari CGK malam itu sama seperti empat kali prosesi take-off dari empat bandara yang pernah gue datangi sebelumnya (OTP, IST, DOH, dan SIN). Persamaan yang gue maksud adalah, proses take-off berjalan dengan mulus, tanpa hentakan berlebihan.

Setelah mencapai ketinggian jelajah yang diinginkan, indikator sabuk pengaman dimatikan, tetapi penumpang dihimbau oleh senior flight attendant untuk tetap mengenakan sabuk pengaman selama berada dalam posisi duduk. Satu jam berada di ketinggian jelajah gue manfaatkan untuk kembali melanjutkan tidur malam yang terputus di bus Primajasa Bandung-Jakarta. Sedangkan sisa waktu berikutnya gue habiskan di dalam toilet, mengikuti jadwal seperti biasanya untuk “nyetor” setiap pagi, dan menikmati pemandangan kumpulan awan yang ada di luar pesawat. Foto dibawah ini diambil sekitar pukul 06:24 WIB/07:24 WITA, entah saat itu posisi pesawat masih diatas Pulau Jawa atau udah diatas Pulau Kalimantan...


Pemandangan pagi itu, sekitar pukul 06:24 WIB/07:24 WITA...

Selain itu, berkat penerangan yang cukup dari deretan lampu kabin dan penerangan alami yang menembus jendela kabin, gue berhasil memotret interior pesawat Airbus 320-214 registrasi PK-GLM yang melayani penerbangan Supergreen (call sign Citilink) 9631 CGK-BPN...

Deretan kursi barisan depan, baris 1-6 pagi itu kosong...


Deretan kursi barisan belakang, mayoritas penumpang duduk di barisan belakang...

Setelah itu, gue membuka-buka majalah in-flight yang tersedia, dan di salah satu halamannya tersedia artikel yang membahas mengenai armada Airbus 320 milik Citilink, yang saat ini berjumlah 24 unit. Di halaman itu pula terpampang gambar dua pesawat A320, registrasi PK-GLC tanpa sharklet dan PK-GLX dengan sharklet. Walaupun gue mendapatkan pesawat yang belum dilengkapi sharklet, setidaknya gue bisa mendapatkan gambar dari salah satu pesawat yang dilengkapi model sayap terbaru itu...

All about Citilink Airbus 320, lengkap dengan seat map...

Sekitar dua puluh menit menjelang mendarat, indikator sabuk pengaman kembali dinyalakan, dan seluruh penumpang kembali duduk, ada yang tetap di kursinya, dan ada juga yang berpindah kursi, berhubung penerbangan pagi itu tidak terisi penuh. Penumpang yang duduk di sisi kiri pesawat sempat dapat melihat area Bandar Udara Internasional Sepinggan, lengkap dengan bangunan terminal barunya yang (akan) dilengkapi mal. Tapi sayangnya, gue tidak mengambil foto bandara dari dalam pesawat.

Oh iya, bukannya bandara tersebut udah berganti nama? Lalu kenapa gue masih menggunakan nama Sepinggan dan bukan Sultan Aji Muhammad Sulaiman? Pertama, karena terminal yang baru belum diresmikan oleh Presiden RI, dan rencananya penggantian nama secara resmi akan dilakukan pada saat peresmian oleh Presiden nanti. Kedua, karena nama Sepinggan udah jauh lebih familiar bagi orang-orang Balikpapan maupun dari luar kota tersebut, sama seperti orang lebih sering menyebut CGK dengan nama Cengkareng daripada Soekarno-Hatta.

Singkat cerita, tepat pukul 08:10 WIB, kereta yang gue tumpangi tiba di stasiun tujuan akhir: Sepinggan. Lho, kayaknya gue typo parah ya? Maklum, udah terbiasa dengan zona waktu dan moda transportasi yang itu-itu saja selama beberapa tahun terakhir ini... *ehh*

Di sebelah kiri pesawat yang gue tumpangi, terparkir beberapa pesawat narrow body, dan yang paling jelas terlihat adalah Boeing 737-800 Lion Air registrasi PK-LKT. Andai sajapesawat itu tidak diparkir di sebelah kiri PK-GLM, gue bisa memotret sebuah Boeing 737-900ER yang juga adalah pesawat Boeing 737 Next Generation Series ke-100 milik maskapai Lion Air (atau keseluruhan armada B737 NG Lion Group?), dengan nomor registrasi PK-LOP...

Boeing 737-800 Lion Air PK-LKT, di balik pesawat itu bisa terlihat vertical stabilizernya PK-LOP...

Dan ini adalah bagian belakang dari PK-GLM, pesawat jenis Airbus 320-214 yang telah melayani penerbangan CGK-BPN Sabtu pagi itu...

Satu-satunya foto eksterior PK-GLM yang bisa gue ambil...

Di pintu keluar pesawat dua orang pramugari tersenyum sambil mengucapkan terima kasih kepada para penumpang, dan berharap untuk kembali bertemu dalam kesempatan penerbangan berikutnya. Lanjut ke dalam bangunan terminal yang tampak luarnya bernuansa modern seperti Terminal 3 Cengkareng dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu, seluruh penumpang penerbangan QG 9631 dari CGK diarahkan untuk keluar ke arah kanan, mengambil bagasi di ruang baggage claim nomor 4. Masuk ke bagian tengah gedung, kami disambut oleh seorang perempuan berpakaian daerah khas Kalimantan Timur dan... seekor orang utan yang memohon untuk diselamatkan dari ancaman kepunahan...

Welcome... :)

Save me... :(

Area baggage claim di Sepinggan tergolong unik diantara bandara lainnya di Indonesia, dikarenakan adanya mini forest di dalamnya...

Mini forest di area baggage claim Bandara Sepinggan...


Mini forest di area baggage claim Bandara Sepinggan...


Jemputan kami telah tersedia di pintu keluar terminal domestik. Berikut foto terakhir sebelum meninggalkan Bandara Sepinggan...

Bandar Udara Internasional Sepinggan, dengan bangunan terminal barunya...

Dengan ini berakhirlah bagian pertama dari laporan perjalanan seorang railfan menggunakan pesawat udara ke Balikpapan...

Baca juga: Ketika Seorang Railfan Naik Pesawat (Part 2)

No comments:

Post a Comment